Masa sekolah dulu, aku pernah belajar jika kata "bisa" itu bermakna "dapat, sanggup dan mampu". Atau memiliki arti senjata hewan melata semisal ular sebagai alat perlindungan diri. Jadi, satu kata memiliki perluasan makna.
Sekarang malah sebaliknya! Terjadi banyak penyempitan makna dari barisan kata dan kalimat. Secara leluasa itu "ditahbiskan" sebagai singkatan (akronim). Ada banyak contoh yang bisa aku ajukan. Aku pilih beberapa aja, ya?
Baper: Bawa perasaan
Mager: Malas gerak
Markipul: Mari kita pulang
Makdarit: Maka dari itu
Jomlo: Jomplang loyal
Jika dalam tata bahasa ada aturan khusus untuk membuat singkatan. Maka dalam tata gaul, akan mengabaikan itu. Sing penting hepi! Dalam tata krama? Lupakanlah! Termasuk tata-tata lainnya.
Begitulah! Sesungguhnya, tak hanya dalam bahasa ibu jika dimaknai bahasa daerah yang bersiap untuk tergerus. Namun, bahasa Indonesia pun, juga berada pada posisi yang nyaris serupa.
Satu lagi. Siapapun yang tergabung dalam barisan Para Pemilik Uban, sebaiknya sering-sering bergaul dengan anak muda atau remaja.Â