"Wah! Akhirnya calon pengantin datang!"
Ci An menyongsong kedatanganku. Kusalami tangan Ci An, sambil berucap semoga tetap sehat dan bahagia di tahun baru. Ci An Memelukku lama. Sebelum menarik tanganku ke kamar menemui Ko Chen.
Terbata, bibir Ko Chen menyebut namaku. Enam bulan, tubuh tua itu terus terbaring di ranjang. Sejak sakit, Ko Chen tak lagi bercerita. Jkapun bersuara, itu hanya kepada Ci An. Bergantian anaknya datang dan pergi. Hanya untuk melihat Ko Chen yang membisu.
Aku memilih duduk di tempat biasa, di tepi ranjang. Ko Chen segera menyentuh tanganku. Tak lagi menggenggam, tapi mengusap pelan. Ruang kamar itu terasa sunyi.
"Angpau..."
Terdengar suara pelan Ko Chen. Matanya mengarah pada  Ci An, yang bergegas menuju lemari, mengambil satu bungkusan plastik berwarna hitam. Kemudian menyerahannya pada Ko Chen.
Tak bersuara, Ko Chen meletakkan bungkusan itu ke tanganku. Jari telunjuk tangan kanannya mengarah padaku. Lagi, tanpa suara. Kualihkan pandangan pada Ci An.
"Angpau terakhir untukmu. Kan, seminggu lagi, akan menikah?"
Ci An menjelaskan. Aku jadi mengerti isyarat jari telunjuk itu. Aku mengingat godaan Ari, saat aku memutuskan untuk menerima lamaran Mas Anto.
"Yakin, mau menikah dengan Anto? Kalau sudah menikah, tak lagi dapat jatah angpau dari Ko Chen!"
***