Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Untuk Apang Paranggi

1 Februari 2021   12:55 Diperbarui: 1 Februari 2021   13:42 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pantai tropis (sumber gambar: pixabay.com)

Curup, 01 Februari 2021

Untuk: Apang Paranggi

"Selamat tinggal hanya untuk mereka yang mencintai dengan mata. Bagi mereka yang mencintai dengan hati dan jiwa tidak ada yang namanya perpisahan."

Kau mengingat kalimat itu?

Tak hanya maknanya. Tapi, aku tak bisa melupakan caramu mengungkapkan kalimat itu. Tatapan dan seyumanmu tersamar oleh sinyal yang begitu mengganggu. Di malam tahun baru.

"Selamat tahun baru, Bang! Selalu sehat, ya?"

Baru lima belas menit, beranjak dari pukul sepuluh. Malam itu, aku kembali menerima pesanmu.

Aih, dua tahun aku mengenalmu. Aku masih saja belum terbiasa dengan perbedaan waktu. Hanya dua jam. Namun, mampu merusak ingatanku tentang dimensi ruang juga waktu

"Abang tahun baru di pantai, kah?"

Itu caramu, menyembunyikan beban hati karena pandemi. Menanam sayuran dan menjadi pengojek, pilhanmu melupakan korona. Linimasa semua media sosial milikmu, tak lagi dipenuhi foto-foto eksotis kampung halamanmu. Mamuju.

"Bule tak berani datang, Bang! Pandemi bikin asap dapurku tak bisa ngebul!"

Aku tak bisa menghentikan keluhanmu. Sama halnya, saat kau berkicau tentang Pantai Lombang-Lombang yang masih alami. Pantai Manakara yang berpasir putih. Dan Pallipis, pantai favoritmu untuk ditawarkan kepada wisatawan. Terutama dari mancanegara.

Sesungguhnya, akupun ingin berkisah tentang Pantai Panjang Bengkulu. Tentang pasir pantai yang tersaji sepanjang mata memandang. Atau Benteng Marlborough peninggalan Inggris. Tapi, jaraknya terlalu jauh dari tempatku. Butuh dua jam perjalanan.

Aku lebih memilih bercerita tentang pemandian Suban Air Panas yang sekarang sudah memiliki kolam renang, jalur pendakian alami Gunung Api Kaba, serta jernihnya air terjun Curup Embun.

"Mamuju juga punya air terjun, Bang! Ada air terjun Malute. Nah, kalau air terjun Tamasapi, tingginya puluhan meter, Bang! Di pegunungan!"

Lagi. Aku tak akan menghentikan ceritamu. Bagimu, daerah kelahiranmu adalah yang terindah. Dan, aku sepakat denganmu. Semua orang akan begitu, tah?

"Maaf, Bang. VC  tadi terputus. Sinyal cenat-cenut!"

Pesan itu kubaca, pada hari kedua tahun baru. Dan, kita berdua tahu, ponsel tak lagi memisahkan ruang, jarak dan waktu. Tapi, sinyal acapkali mengganggu.

Subuh jumat, dua minggu lalu. Aku mendengar kabar Gempa di Mamuju. Dan, aku mengingatmu.

Belasan panggilan tak terjawab. Puluhan pesanku tak pernah ada balasan. Bukan centang biru. Hanya centang dua berwarna abu-abu. Tanda pesanku belum terbaca.

Hari pertama usai gempa. Berita televisi mengabarkan, getaran itu merenggut puluhan jiwa. Dua ribu orang harus tinggal di pengungsian.

"Kau baik-baik saja, kah?"

Hari itu, hari kedua puluh lima usai tahun baru. Sepuluh hari, pesan terakhirku itu tak kunjung berwarna biru. 

Kau tahu? Aku merasa bersalah, tak bertanya di mana tempat tinggalmu? Di mana desamu? Aku merasa cukup mengenalmu, ketika kau berkisah tentang Mamuju

Bahkan, aku tak tahu nama aslimu!

Siaran pers dari BNPB menyatakan, korban bertambah menjadi sembilan puluh dua orang, dan nyaris seribu orang luka berat serta luka ringan. Hampir sepuluh ribu orang  akhirnya mesti tinggal di pengungsian. Dan, tiga orang dinyatakan hilang.

"Akun-ku, Apang Paranggi, Bang!"

"Itu nama makanan, kan? Keduanya beda, tah?"

"Wah! Abang tahu?'

"Mbah Gugel yang kasih tahu!"

Bagiku, kau memang benar-benar anak muda yang mencintai daerahmu. Bagimu, itu caramu, agar teman-temanmu bangga, dan tak kehilangan identitas tanah kelahiran.

Saat ini, seperti inginmu. Aku tak akan berucap selamat tinggal atau kata-kata perpisahan. Aku hanya ingin tahu, ke mana suratku harus tertuju? Atau, benarkah aku kehilanganmu?

Rumah Pena Inpirasi sahabat (Sumber gambar : Kompasiana.com)
Rumah Pena Inpirasi sahabat (Sumber gambar : Kompasiana.com)
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka

Curup, 01.02.2021

Zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun