Hari itu, hari kedua puluh lima usai tahun baru. Sepuluh hari, pesan terakhirku itu tak kunjung berwarna biru.Â
Kau tahu? Aku merasa bersalah, tak bertanya di mana tempat tinggalmu? Di mana desamu? Aku merasa cukup mengenalmu, ketika kau berkisah tentang Mamuju
Bahkan, aku tak tahu nama aslimu!
Siaran pers dari BNPB menyatakan, korban bertambah menjadi sembilan puluh dua orang, dan nyaris seribu orang luka berat serta luka ringan. Hampir sepuluh ribu orang akhirnya mesti tinggal di pengungsian. Dan, tiga orang dinyatakan hilang.
"Akun-ku, Apang Paranggi, Bang!"
"Itu nama makanan, kan? Keduanya beda, tah?"
"Wah! Abang tahu?'
"Mbah Gugel yang kasih tahu!"
Bagiku, kau memang benar-benar anak muda yang mencintai daerahmu. Bagimu, itu caramu, agar teman-temanmu bangga, dan tak kehilangan identitas tanah kelahiran.
Saat ini, seperti inginmu. Aku tak akan berucap selamat tinggal atau kata-kata perpisahan. Aku hanya ingin tahu, ke mana suratku harus tertuju? Atau, benarkah aku kehilanganmu?