Badu (bukan nama sebenarnya), sedang dilanda resah. Januari sudah mulai diujung hari. Semua keresahan itu bermula dari urusan dapur.
Lima tahun lalu. Baru hari pertama pindah ke rumah tipe 36 berukuran 6x6 meter, istrinya sudah mengeluh. Karena rumah itu dibangun dan dibeli tanpa dapur.
Atas desakan dan ribuan alasan istri, sisa tanah di belakang rumah yang biasa digunakan untuk menjemur pakaian, diubah menjadi dapur. Jemuran berpindah ke depan rumah. Sesuai kesepakatan, maka belanja dapur harus irit, demi dapur impian.
Walau minimalis, disain dapur itu modern. Posisinya strategis, tanpa sekat ke ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Akhirnya, semua anggota keluarga lebih banyak berinteraksi di dapur. Dapur menjadi kerajaan sekaligus kekuasaan Istri Badu.
Istri Badu semakin sayang, saat kamar mandi dan WC juga dirombak total. Kali ini terpisah, tak lagi menyatu seperti disain bangunan awal rumah. Sehingga tak ada keributan serta antrian anak-anak di pagi hari.
Kedatangan mesin cuci, kulkas, dispenser, magic jar ditambah lagi peralatan memasak kue untuk lebaran, pemotong bawang, pengiris wortel dan bermacam alat elektronik lainnya. Walau semua kredit, keberadaan benda-benda itu, semakin menambah rasa sayang istri Badu.
Namun, keluhan baru muncul lagi. Karena peralatan di dapur semakin banyak. Kerajaan minimalis istri itu semakin padat. Istri Badu mulai membujuk dan sesekali merajuk. Sebab sudah tak lagi leluasa bergerak.
Anak-anak pun mulai malu, dan acapkali disindir tetangga. Gegara menjemur pakaian di depan rumah. Warna pakaian dalam mereka seringkali menjadi tebak-tebakan bagi teman-temannya. Terutama rajukan si sulung yang mulai beranjak remaja.
Dua tahun lalu, Badu kembali merombak dapur. Kali ini bertingkat dua. Dengan satu kamar untuk si Sulung dan satu ruang terbuka untuk menjemur pakaian. Biar efektif, satu kamar mandi kecil ditambahkan. Mesin cuci pun berpindah ke lantai dua. Agar kerja istri semakin mudah dan ringan.
Saat membangun dapur dulu, tabungan Badu terkuras. Saat membangun ulang dapur menjadi lantai dua, satu motor terjual. Kecuali istri, anak-anak dan tetangga Badu tak pernah tahu itu.
Akhir tahun kemarin, ada ajuan baru. Istri Badu butuh beberapa pot besar, serta halaman rumah mesti diubah menjadi taman. Sebab beberapa bunga yang dimiliki harganya mahal. Tak sesuai diletakkan di dalam kaleng bekas cat atau polybag. Alasan istri, "malu sama tetangga, Mas!"
Badu terlanjur berjanji akan memenuhi permintaan itu awal tahun ini. Namun, belum menemukan solusi. Risiko janji itu, sudah mulai dirasakan pada dua minggu terakhir di bulan ini.
Diawali dengan menu masakan istri yang tak lagi sesuai selera Badu. Terkadang Badu makan sendirian tanpa ditemani. Di meja makan acapkali tersaji lauk yang sudah dingin.
Muaranya pagi tadi. Saat Badu meminta dibuatkan segelas kopi sebelum berangkat kerja.
"Bu, tolong buatkan kopi, ya?"
"Mas buat aja sendiri!"
Badu sakit hati? Tidak! Sebagai lelaki, pasti punya harga diri. Namun, pantang berputus asa,,dan harus menahan diri.
Sore tadi, Badu tersenyum puas saat pulang dari rumahku. Wajahnya riang sambil membawa sebuah papan merek yang baru saja selesai kubuat.
"DIJUAL! DAPUR RUMAH BESERTA ISTRINYA"
Curup, 27.01.2021
Zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H