Gerakan perubahan, acapkali dipicu oleh momentum. Apatah kisah sebuah keberhasilan bahkan tragedi yang tragis!
Belasan tahun lalu, temanku yang kuliah di fakultas peternakan, memutuskan menanam rumput gajah di lahan kosong milik orangtuanya. Akupun ikut membersihkan belukar. Tentu saja, hal itu mengundang respons negatif dari orang-orang di kampung.
"Gila! Rumput kok ditanam?"
"Kasihan! Ternyata itu hasil kuliah?"
Tanggapan temanku? Tak peduli! Malah lebih serius berdiskusi tentang rumput gajah dengan dosen, mantri tani dan petugas dari Balai Pertanian. Setiap libur akhir pekan, temanku pulang kampung untuk meninjau pertumbuhan rumput yang ditanam.
Panen rumput pertama, diborong oleh Balai Pertanian untuk proyek uji coba penggemukan sapi. Aku ikutan lagi memotong rumputnya. Uang hasil panen perdana, digunakan lagi untuk sewa pakai lahan kosong, kemudian ditanami bibit rumput gajah yang baru.
Suara orang kampung mulai parau. Dari nada mengejek, perlahan menjadi rasa ingin tahu. Dan, temanku tak sungkan berbagi. Toh, hasilnya bisa dilihat sendiri. Temanku akhirnya didaulat menjadi "pemimpin" tak resmi.
Dalam satu tahun, temanku sudah memiliki 5 lahan tanaman rumput gajah. Tanpa perlu ditanam ulang! Karena akan terus tumbuh! Panen pun, terima beres. Petugas Balai Pertanian datang dengan mobil diesel dan para pekerja.
Tak butuh waktu lama. Orang-orang kampung yang memiliki lahan dan halaman kosong, mulai menanam rumput gajah. Hasilnya, dijual ke temanku untuk dijual lagi ke Balai Pertanian.
Saat hari wisuda. Temanku mengajak ke kampungnya, dengan menyetir mobil milik sendiri. Sampai di rumahnya, beberapa orang kampung menyambutku. Temanku berbisik pelan, "Selamat datang di kampung orang gila, Bro!".
Gerakan perubahan, terkadang muncul berupa ide gila dari perencanaan yang terukur dan jauh dari kegilaan.
Terus, ada juga gerakan perubahan sosial yang dipicu oleh tragedi dan tragis! Salah satunya adalah kematian Benigno Aquino yang memicu perubahan di Filipina dari genggaman Ferdinand Marcos. Kukira, banyak contoh lagi, tah?
Gerakan perubahan sosial pada level apa pun, acapkali menagih "korban". Entah harta, jiwa atau rasa.
Jadi, butuh keterampilan dan kejelian para penggerak perubahan, untuk mereduksi jatuhnya korban. Interaksi Sosial berupa jalinan komunikasi dan rajutan sosialisasi, kukira bisa menjadi kata kunci.
"Iringi keinginan dengan pengetahuan!"
Kalimat itu, sebagai pesan dari guruku, Lebih dari dua dasawarsa berlalu. Adalah kebohongan, jika menjalani hidup tanpa keinginan. Dan adalah kebodohan, jika keinginan dibangun dengan ketidaktahuan.
Kali ini, ceritaku. Karena halaman rumah orangtuaku tergerus untuk pelebaran jalan. Hobi bertanam Amak (ibuku), berpindah ke beranda di lantai dua. Dua tahun lalu, aku mulai tertarik dengan hidroponik.
Nyaris satu bulan berselancar di youtube. Itu dilakukan hampir setiap hari. Begitulah! Kau mempraktikkan pesan itu, jika keinginan idealnya diiringi pengetahuan. Walau sedikit. Sisanya bertambah sambil jalan. Aku mulai menyiapkan peralatan yang ada di sekitar.
Adakah hasil? Bermodal dasar styrofoam box anggur, kain flanel dan gelas plastik bekas minuman. Maka beranda rumah Amak, terpasang lahan hidroponik ukuran 2x1 meter. Kapasitas produksi puluhan kilo kangkung hidroponik. Adakah kendala? Ada! Konsistensi.
Aku juga menggunakan media tanah untuk menanam Strawberry, Bawang Daun, Pakchoy serta Saledri di bekas kemasan Popmie. Wadah itu, kudapatkan dari lokasi wisata pemandian Suban Air Panas Curup milik temanku. Konsepku, tetap konsisten pada pola daur ulang. Dan, tentu saja gratis. Hihi..
Hingga hari ini, wadah Popmie berisi beragam tanaman di rumah sudah menyebar. Ada ke tetangga, teman atau siapapun yang mau dan serius belajar bertanam dengan media bekas. Sesekali, aku bertandang untuk berbagi pengalaman sekaligus numpang minum kopi. Ahaaay...
Seiring dengan berhidroponik, Bersama teman-teman, aku melibatkan urusan bertanam ini pada anak muda yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi di lingkungan Institut Agama Islam Negeri Curup.
Apalagi situasi pendemi, kegiatan mesti beradaptasi, yang penting melakukan aksi, kan? Aku tulis berbentuk sketsa saja, ya?
Dua tahun lalu. Sehimpunan anak muda menggali tanah, mencari sekam padi dan kulit kopi. Mengumpulkan kotoran hewan sebagai pupuk kandang. Diaduk rata, dimasukkan ke dalam polybag hitam.
Hari-hari terus berlalu. Banyak wajah-wajah yang malu mengaku lelah. Tangan-tangan halus dan mulus, sibuk menjumput benih-benih bawang daun, sawi, cabai, timun, tomat dan saledri. Ditanam dengan sepenuh harapan.
Nyaris setiap hari, anak muda itu ada yang duduk berkumpul. Ada yang wara-wiri. Ada teriakan, ada senyuman, ada tawa dan ada canda. Atau bernyanyi dengan diringi suara gitar.
Terkadang berdialog maupun monolog tentang kapan panen daun bawang? Benih selada mau ditanam di mana? Timun yang menjalar butuh joran, beberapa tanaman butuh makanan, beberapa tanaman rumputnya butuh segera disiangi.
Akupun menunggu cerita. Tentang rencana yang harus dilakukan. Tentang daftar panjang kebutuhan dan kekurangan. Tentang siapa melakukan apa. Dan tentang jaminan, jika kegiatan itu dilakukan bersama dan pasti ada tawa.
Anak-anak muda itu, mungkin tak menyadari. Bermain dengan tanaman adalah cara paling sunyi belajar berorganisasi. Belajar beradaptasi dengan keadaan dalam setiap tahapan, bertahan untuk mencapai tujuan.
Bukan sekadar pengalaman. Namun, berlatih mengambil keputusan. Berujung dua pilihan, Keberhasilan atau kegagalan!
Adakah tiga kisah dengan tiga kegiatan yang berurusan dengan akar rumput di atas mampu membantu UMKM dan membentuk Keluarga Tangguh? Aku tak bisa jawab! Yang kupahami, membantu modal tak hanya keuangan. Namun berbagi pengetahuan dan keterampilan.
Di masa pandemi ini, semakin banyak temanku yang terjangkit demam bertanam.
Tak  hanya bunga, juga beragam sayur dan bumbu dapur. Mereka sering berkisah tak lagi perlu membeli sayur  kebutuhan dapur. Tapi, hasil dari menanam sendiri. Perlahan, akan menjadi Keluarga Tangguh, kan? Hayuk dicoba, pasti seru!
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H