Bila diibaratkan seorang anak balita. Maka, usia dua tahun adalah masanya anak berlarian secara liar, yang sibuk mencari kestabilan. Jika lulus sebagai PNS, maka tahun kedua ini, aku baru lepas dari posisi CPNS serta berhak mencicipi gaji 100 persen!
Di Kompasiana? Aih, mari mengintip Akun Mamanda Tjiptadinata Effendi, Pak Katedrarajawen, Mas Hendro Santoso, Uda Irwan Rinaldi Sikumbang atau Prof Felix Tani serta Pak Rustian Al Ansori. Maafkanlah, pada beberapa nama yang terlewatkan.
Nama-nama di atas, lebih dari cukup untuk dijadikan teladan. Tak hanya berkomitmen untuk menulis, tetapi mampu menjaga konsistensi melahirkan ribuan tulisan. Nyaris setiap hari tersaji di Kompasiana.
Hematku, hal itu bisa diajukan sebagai bukti, level komitmen serta konsistensi, kan? Â
Pada statistik yang tertera di akun profilku, jumlah tulisan yang kuunggah berdiam tenang di angka 1.196 artikel. Dari sisi kuantitas, angka itu pencapaian tak terduga sekaligus tak terhingga.
Namun, banyak penulis favorit serta menjadi panutanku, walau belum mencapai angka 1000 artikel. Namun kualitas tulisan mereka luar biasa. Jumlah adalah masalah ketersediaan kesempatan, ruang juga waktu, kan?
Hal itu, mengajari aku. Lama waktu serta jumlah tulisan, tak berbanding lurus dengan mutu tulisan. Juga memberi tahu, aku masih harus belajar "menambah gizi" tulisanku. Agar dianggap berkualitas.
Susah? Para tetua Kompasiana, kukira pernah melalui rute ini, tah?
Banyak hal yang kualami dalam jejak kepenulisanku di Kompasiana. Khususnya di awal bergabung. Tak hanya urusan gagap teknologi, akupun harus melakukan perang gerilya dengan sinyal dan hujan, agar tulisan bisa tayang. Apalagi aku tinggal di Kaki Bukit Barisan
Aku pernah mengunggah lebih dari lima artikel dalam bentuk puisi dalam satu hari. Pernah pula merasakan perih, bila tulisan tidak diberi label. Pernah tersenyum sendiri, sambil bersyukur dalam hati, usai tayang, tertera label warna biru bertuliskan "PILIHAN".