Kubiarkan dua perempuan menyatukan rasa yang  lama terpendam. Aku memilih berdiri di pintu. Diam.
"Masuklah, Nak! Ayah sudah menunggumu di kamar."
Tangan ibumu menggenggam tanganku. Mengajak langkah kakiku menuju kamar. Tanganmu memeluk erat lengan kiriku. Bertiga, bergerak pelan menghadap batu karang. Ayahmu.
"Maafkan ibu. Tak lagi bisa memegang rahasia."
Kalimat nyaris berupa bisikan, keluar dari mulut ibumu, sesaat sebelum menyentuh gagang pintu kamar.
Di ranjang, kusaksikan mata tua itu menatapku. Ayahmu tak lagi menyerupai batu karang yang tangguh. Â Tapi penuh lubang-lubang dan rapuh.
Kau tak akan pernah tahu. Bagiku, ibumu dan ayahmu. Kepulangan bermakna penyesalan.
Curup, 16.12.2020
[ditulis untuk Kompasiana]
Catatan: