Kuhentikan gerak tubuhmu, dengan memegang pergelangan tanganmu. Â Aku tak akan pernah lupa, kau adalah perempuanku. Namun, malam tadi, di hadapan ayahmu, aku gagal menjadi lelakimu.
"Ibu memintaku menyerahkan ini."
Kau serahkan selembar kertas padaku. Segera kubaca isinya. Hanya satu kata, "Bemaling". Aku tahu, walau secara adat dibolehkan. Namun, mengajakmu menalani pengembaraan di kehidupan masa depan, tanpa restu ayahmu. Itu tindakan pengecut.
"Bilang pada ayahmu. Malam nanti, aku ingin bertemu lagi."
***
Ibumu menyambutku di ruang tamu. Â Satu senyuman disuguhkan dengan ketulusan seorang ibu. Kau segera masuk ke dalam rumah, dan keluar lagi ke ruang tamu. Satu tas berukuran besar masih melekat di tanganmu.
"Kau bersedia ikut denganku?"
Pertanyaan itu harus kuajukan di hadapan ibumu. Akupun tahu, tak akan ada jawabmu. Tapi, ibumu tahu. Kau bersamaku.
"Pergilah! Sebelum ayahmu pulang. Tolong kau jaga anakku. Untukku!"
***
Azan subuh baru saja terdengar dari masjid. Saat Bus Putra Raflesia dari Padang menuju Bengkulu berhenti persis di depan rumahmu. Ibumu yang membuka pintu, saat kau dan aku tiba di depan pintu.