"Ken, waktunya kita pulang. Terima kasih untuk traktirannya hari ini, ya. Tapi sebelum itu mari kita pastikan. Kita tidak boleh mengulangi pertemuan semacam ini lagi."
Tanganku terulur. Bukan untuk Ken. Tapi untuk bocah perempuan berusia tiga tahun yang memanggilku Mama.
***
Ris. Tak ada senyuman di garis bibirmu. Senyum yang membuat isi kepalaku berlari, mengeja satu persatu kata yang pantas kuajukan padamu. Bagimu, mungkin kata-kataku sekadar bujuk rayuan. Tapi bagiku, apa yang terucap adalah alat perjuangan. Untuk memilikimu.
"Aku pulang, ya?"
Dua kali, kata pulang dari mulutmu mengisi ruang bisu di antara kau---aku---dan gadis kecil yang duduk tenang di pangkuanmu. Ya, dua kali, Ris. Namun tak ada tanda-tanda dari tubuhmu untuk segera mengakhiri pertemuan kita.
Waktu seakan bersekutu. Masa sepuluh tahun hanya bersembunyi di balik pintu. Dan, senja terlalu banyak menyimpan piringan hitam masa lalu.
"Ris..."
Kalimatku terhenti di kerongkongan. Kau menghindar dari tatapanku. Perlahan, kepalamu tertunduk. Dua tanganmu semakin erat memeluk gadis kecilmu.Â
Aku masih mengenalmu, Ris. Sangat. Akupun belum lupa akan gelagat itu.
"Tolong jangan..." bisikmu.