Aku salah menilaimu. Kukira, kepergian ayahmu akan membuat runtuh hidupmu. Seperti keindahan senja yang terlerai, usai kehilangan cahaya matahari. Pada hari ketiga setelah kepergian itu, kau hadir di hadapku.
"Biarkan aku meneruskan mimpi ayahku."
Mungkin kupu-kupu adalah bukti dari Tuhan. Bahwa siapa pun yang mampu melewati banyak kegelapan, akan menyajikan keindahan. Dan, kau kupu-kupuku.
***
"Pak! Eh, Mas..."
Kau melangkah ragu memasuki ruang tamu, ruang guru, sekaligus ruang kepala sekolah. Akhirnya kau menunggu di sisi pintu. Kulirik lengan tangan kananku. Hampir pukul satu siang. Aku tahu, kau mengajakku pulang.
"Udah pulang semua?"
Tak ada suara. Kau hanya anggukkan kepala. Wajahmu mengeja daun pintu yang bercat biru. Kau menunggu bersama bisu.
"Kenapa diam, kupu-kupu?"
Kau memilih berbalik badan. Perlahan, berjalan menjauh dari pintu. Menyembunyikan malu.
Malam tadi. Kujumpai ibumu. Meminta dirimu, menjadi istriku.