Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menyigi Penyebab Kehadiran "Black Hole" dalam Menulis

5 November 2020   17:46 Diperbarui: 6 November 2020   04:10 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis | Photo by Glenn Carstens-Peters on Unsplash

Kedua. Keterampilan Berbicara.
Secara sederhana, berbicara itu, adalah upaya mengaktualisasikan gagasan dan pikiran di kepala melalui lisan. Semakin terampil seseorang berbicara, semakin mudah menjelaskan ide, dan semakin gampang pendengar mengerti pesan yang disampaikan.

Acapkali, anak menghindar saat diminta menjadi pembawa acara saat upacara atau diminta berbicara di depan kelas. Terkadang sulit menuntut anak berani tampil dengan keinginan sendiri untuk membaca puisi. Apalagi pidato, ceramah dan mendongeng?

Malu, tidak mampu atau tidak berani. Adalah tiga alasan alasan populis. Jadi, seberapa jauh, upaya guru dan orangtua untuk menghapus alasan tersebut?

Ketiga. Keterampilan Menyimak.
Secara berkelakar aku pernah menuliskan. Orang Indonesia gemar bicara daripada mendengarkan. Alasanku? Silakah hitung lembaga pendidikan dengan titik konsentrasi komunikasi. Adakah lembaga yang khusus mempelajari cara-cara mendengarkan?

Sebab, mendengarkan adalah tahapan dari menyimak. Silakan panggil satu anak ke depan kelas. Berbicara atau membaca puisi selama tiga menit. Apatah warga kelas akan diam dan mendengarkan? Tak hanya di kelas, wong anggota dewan juga rebutan bicara, tah?

Jika semua fokus pada bicara, siapa yang akan mendengar? Gawatnya, jika bicara tak mau, menyimak juga tak mau tahu. Apa yang bisa diharapkan dalam menulis?

Ilustrasi Lelaki sedang menulis. Butuh proses dalam menulis (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi Lelaki sedang menulis. Butuh proses dalam menulis (sumber gambar: pixabay.com)
Terus?
Di masa kini, belajar menulis sudah tak harus berhadapan dengan guru bahasa di kelas. Ada banyak praktisi kepenulisan serta kelas-kelas online yang menawarkan materi belajar menulis.

Aku yakin. Tak ada batasan usia untuk belajar menulis. Hanya butuh energi cadangan untuk betah mengulang dan membilas ingatan pelajaran bahasa dan sastra semasa sekolah dulu.

Bisakah belajar mandiri? Kupastikan bisa! Aku pribadi melakukan itu sejak dua tahun lalu, di rumah bersama Kompasiana. Berkali, banyak nama kusebut dalam tulisan. Tak terhitung para Senior Kompasianers yang kutanyai tentang menulis. Melalui grup, media sosial atau saluran pribadi.

Akupun diberitahu. Menulis itu butuh proses. Pesan tetua, tak pernah ada rumus instan dalam hal menulis. Ada yang sepakat?

Curup, 05.11.2020
Zaldychan
[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun