Beberapa hari setelah kepergian Ayah. Para tetangga yang juga teman-teman ayahku, selalu berbagi ikan hasil tangkapan. Nyaris setiap hari, ada saja yang mengantarkan ikan ke rumah. Akhirnya, ibuku memutuskan membuat ikan asin. Kemudian dijual ke pasar.
Entah siapa yang mendukung, yang aku tahu, Ibuku bersama beberapa istri nelayan kemudian membentuk kelompok pembuat ikan asin. Sebagai pemasukan tambahan bagi para nelayan, jika ikan hasil tangkapan tak habis terjual.
Saat aku sekolah dasar, usaha ikan asin itu lambat laun berkembang. Bahkan saat aku tamat SMA, ibuku dipercaya menjadi koordinator beberapa kelompok ibu-ibu pembuat ikan asin. Usaha itu, tak lagi menjadi kegiatan sampingan, namun menjadi sumber utama pemasukan dengan omset jutaan.
Aku tak tahu jika kisahku terjadi padamu. Namun aku enggan bertanya, alasan ibu memilih tidak menikah lagi. Aku hanya berpikir, bagaimana membantu usaha ibu agar terus maju. Aku ingin, Ibu merasakan kebahagiaan serta melupakan kesedihan. Sebelum aku telat dan menyesali itu.
Dua tahun lalu, ibu yang sejak lama mendaftarkan diri, mendapat jatah untuk menunaikan ibadah haji. Tapi batal berangkat, karena sudah berusia lanjut harus didampingi. Dan aku satu-satunya yang diminta ibu sebagai pendamping.
Kau tahu? Aku masih ragu melakukan itu! Tak hanya kesulitan mencari waktu, karena kesibukanku mengurus beberapa kelompok usaha ikan asin yang sudah puluhan tahun dirintis ibu. Aku berpikir tentang beban moral juga mental, jika menyandang gelar haji di usia belum empat puluh tahun.
Kemarin sore, temanku menawarkan untuk berangkat umrah. Kukira, itu adalah satu-satunya cara untuk mengobati kekecewaan ibu yang gagal menunaikan ibadah haji.
Tak perlu berpikir panjang atau berdiskusi. Malam tadi, dengan mengabaikan pertanyaan dari ibu tentang alasanku pergi karena hujan deras. Aku nekat berangkat ke rumah temanku itu untuk melengkapi berbagai syarat.
Aku membayangkan, ibadah umrah itu menjadi kejutan indah bagi ibuku. Akan aku sampaikan, jika aku sudah tahu jadual pasti keberangkatan. Ibu pasti bahagia.
Kau ingin merasakan bahagia yang sama, kan?
Jadi. Datanglah ke rumahku. Tak usah bicara tentang akhir takdirku, dan lupakan saja kuburku. Tolong sampaikan pada ibu. Aku telat pulang.