"Hal baru tak boleh meniadakan yang lama."
Kalimat di atas adalah ujar-ujar tetua dulu. Membeli sepatu baru, tidak langsung menggerus "keberadaan" dari sepatu yang lama. Kedatangan tetangga baru, tidak serta merta melupakan tetangga lama, kan?
Begitu juga, adanya teman baru tak bermakna boleh melupakan teman lama. Itu adalah adab, yang semestinya menjadi tradisi. Hematku, adab bagian penting dari sebuah tradisi. Kenapa? Aku tulis, ya?
Berpijak pada alur sejarah. Sejak masa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang. Hanya orang-orang "yang putus urat takut", berani memantik api kemerdekaan.
Barisan nama Pahlawan Perintis Kemerdekaan atau Pahlawan Pra Kemerdekaan, adalah sebutan negara untuk menghargai serta mengenang jasa dan peran mereka.
Walaupun bukan atas nama negara, pengorbanan melepaskan diri dari penjajahan hingga kehilangan nyawa, keluarga atau harta benda, adalah potongan-potongan sejarah yang tak akan pernah selesai dituliskan.
Begitu juga, dengan hukuman penjara, dibatasi hak serta dibuang ke berbagai pelosok negeri. Adalah "upah" dari keputusan nekad meniupkan angin kebebasan. Silahkan lihat deretan buku bacaan in memoriam The Founding Father bangsa.
Kadang aku merasa aneh. Ketika generasi yang hadir belakangan, terpaksa berkunjung ke perpustakaan atau museum karena tugas sekolah atau kuliah. Sambil selfie sebagai bukti serta berkerut kening menatap buku-buku sejarah yang berdebu dan kumal.
Juga merasa jengkel, saat mereka tertawa menyaksikan berbagai peralatan yang terlihat kuno. Atau wajah geli dan menganggap tak masuk akal, alat-alat sederhana itu yang digunakan untuk mengusir penjajah.