"Jangan dibuang! Itu masih bisa dipakai!"
Aku terkejut. Secepat mampu, kedua tangan Ibuku meraih sepasang benda usang yang tergeletak di lantai. Sepatu hitam itu, sudah aman di dalam kantong plastik yang juga berwarna hitam.
Tiga tahun, sepatu itu setia melindungi kakiku dari pecahan kaca botol minuman di depan pintu, yang dilemparkan pelanggan yang marah. Karena ditolak bertamu melewati pukul satu dini hari.
Sepasang alas kaki yang menjaga kakiku tetap bersih, dari tanah becek dan genangan air sisa hujan yang menciptakan lubang dan kubangan sepanjang jalan. Kalah dalam pertarungan dengan roda-roda berbagai truk bermuatan penuh dan berat, yang bergantian melintasi dan membebani.
Sepatu itu, kubeli dari kumpulan uang-uang receh hasil pemberian dari sopir truk, sebagai upah membersihkan kaca dan spion truk yang berhenti di depan warung.
"Tapi, sudah kekecilan, Bu!"
"Simpan saja. Untuk adikmu, nanti!"
Aku diam. Terpaku, memandang sepatu baru berwarna biru di kakiku. Sebagai kejutan untukku.
***
"Maafkan aku. Jaga ibumu, ya?"
Tubuh kurus lelaki itu memelukku. Terdengar helaan nafas berat di telingaku. Perlahan, pelukan itu semakin erat. Kurasakan basah di bahu. Aku tahu, lelaki itu mengeluarkan air mata. Tangisan laki-laki. Tak mampu menyimpan luka.