Hari ini aku bertamu ke masa lalu.
Tentu saja bukan melalui mesin waktu, yang hingga kini masih dianggap penemuan palsu. Bukan pula pamer hasil kursus setelah tiga bulan dengan Mang Edi, Pesulap keliling yang acapkali manggung di pasar malam dekat lapangan bola, setiap malam minggu. Tapi melalui sebuah buku.
Namun, sebelum kuceritakan lebih jauh tentang buku itu, aku ingin kau tahu. Aku bukan pengepul atau pengumpul buku, yang acapkali kau lihat melalui foto majalah atau layar televisi di ruang-ruang tamu para pesohor. Terpajang rapi di lemari berkaca dan tanpa debu. Aku calon guru. Hanya itu.
***
"Buku apa, Pak?"
Aku memahami kegugupan serta pertanyaan bercampur wajah heran, salah satu dari dua perempuan muda berpakaian putih hitam itu. Kukira, anak sekolah menengah atas yang sedang melakukan praktik lapangan atau magang.
"Buku sejarah?"
Kuabaikan kepanikan yang terjadi. Salah satu siswa magang yang berambut panjang, segera ke ruangan dalam. Temannya, sibuk membuka laci panjang yang tertulis huruf kapital hasil kerja mesin ketik, "SEJARAH". Â
Agak lama, si rambut panjang kembali menemuiku. Kali ini bersama seorang ibu, kukira seorang pustakawan dan berusia di atas lima puluh. Tubuhnya besar dan cenderung lebar. Namun tidak pada suara dan senyumannya.
Butuh waktu lebih dari setengah jam, kudapatkan buku yang kuinginkan. Walau bukan edisi terbaru.
"Bukunya dijaga, ya? Jangan sampai rusak! Tadi agak lama, karena bukunya disampul plastik dulu. Jika rusak atau hilang, harus mengganti. Jika lewat masa peminjaman, akan didenda!"