Toh, beragam tanggapan itu adalah hak dan kebebasan dari pembaca. Apalagi, kemampuan memahami dan memaknai suatu tulisan, terkadang juga ditentukan oleh jam terbang bacaan dan keterbacaan, tah?
"Kan puisi itu, tentang rasa dan bermakna, Bang?"
"Hal itu hadir dari akal, hati dan panca indera, kan?"
"Maksudnya...."
Begini. Anggap saja menulis puisi itu seperti koki yang meracik menu. Tahu bahan, takaran dan ukuran. Semisal air, garam, gula, cabe atau beragam bumbu dapur lainnya. Juga memahami akibat serta risikonya, jika kurang atau berlebihan menggunakan bahan-bahan tersebut.
Koki yang baik, akan mengerti aroma dan rasa masakan, walaupun sedang berpuasa atau seluruh inderanya dipenjara.
Koki yang baik pun, memiliki kepuasan pribadi, ketika hidangannya tak hanya dirasakan sendiri, namun orang lain pun bisa menikmati.
Jadi? Kalau ditanyakan lagi. Bagaimana menulis puisi? Lakukan 3 langkah rahasia di atas, terus, hajar aja! Ahaaaaay...
Curup, 30.08.2020