Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Buka Google, Cari Bom Atom Hiroshima-Nagasaki, Nak!

9 Agustus 2020   18:16 Diperbarui: 13 Agustus 2020   17:27 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto Kondisi Kota Hiroshima setelah 3 tahun bom Nuklir dijatuhkan (sumber gambar : https://www.kompas.com/)

"Kau menyesal?"

"Kenapa kau tanyakan sekarang?"

Tanpa aba-aba, secara bersamaan tangan keduanya meraih gelas berkopi di atas meja.  Mereguknya, dan merasakan sensasi bubuk kopi Sumatra tanpa gula.

Dua pasang mata saling tatap, dan dua bibir bertukar senyuman, saat kembali meletakkan gelas berkopi itu ke atas meja. Tak butuh waktu lama, keduanya tertawa.

"Itu tersisa dari sembilan bulan latihan, Fat Man!"

Lelaki yang disapa Fat Man seketika terdiam. Wajahnya berubah kaku. Matanya tajam menatap lelaki sebaya yang sejak satu minggu lalu, selalu duduk bersamanya menikmati kopi pagi.

"Jangan pernah panggil aku dengan nama itu, Litlle Boy!"

Puluhan tahun telah berlalu. Kali ini, lelaki yang disapa Little Boy, gantian menunjukkan raut rupa terkejut. Telinganya mengulang dua bunyi yang sejak dulu ingin disembunyikan. Ia mengira, semua orang telah melupakan sapaan itu.

"Kau masih mengingat nama itu?"

"Bukan hanya aku. Mereka juga!"

Mata lelaki bernama Litle Boy mengikuti jari telunjuk lelaki di hadapannya. Mencari arah yang tepat, pada satu titik yang begitu jauh. Terbata, mulutnya mengeja dua kata. Beirut, Lebanon.

***

"Kau bangun, Zaid?"

Mata bocah kecil itu, menatap cahaya dari lampu yang menempel di langit-langit. Kemudian sudut matanya berputar, mengelilingi ruangan yang berwarna serba putih. Tiba-tiba, suaranya tertahan di tenggorokan, ketika ingin menggerakkan kakinya.

"'Jangan dulu banyak gerak. Paman tahu, kau lelaki kuat!"

Zaid menatap Amran pelatih sekaligus ayah angkat, yang biasa dipanggilnya paman itu tersenyum. Tiga hari, anak yatim piatu itu tak sadarkan diri, akibat ledakan dahsyat gudang kimia amonium nitrat. Amran tahu itu, dari berita di televisi.

Sehari sebelumnya, Ia mengingatkan Zaid, jika hari itu adalah jadual latihan fisik sebagai pelari. Menurutnya, berlari di pasir pantai yang ada di kawasan pelabuhan, adalah cara yang tepat melatih otot kaki untuk pelari.

Alasan Amran pada Zaid tak bisa menemani karena merasa kurang sehat. Padahal sesungguhnya, hari itu, sejak pagi ia harus antri membeli makanan. Orang-orang menyebut negaranya sedang krisis.

Krisis yang tak pernah dimengerti Amran. Kecuali kelangkaan persediaan makanan untuk anggota keluarganya. Juga kebutuhan untuk Zaid. Anak temannya yang mati akibat bom bunuh diri di pasar Souk El Tayyeb.

Saat itu, Zaid yang berusia tujuh tahun, kehilangan ayah dan ibu di waktu yang bersamaan.

"Paman! Kakiku tak bisa digerakkan!"

Enam tahun, Amran tak pernah melihat airmata Zaid. Sekeras apapun latihan yang diberikan, Bocah kecil itu akan ikuti dengan diam. Puluhan kejuaraan dan beragam mendali, piagam juga piala di rumah milik Zaid adalah bukti.

"Tenang! Hanya cidera ringan!"

"Tapi..."

"Satu bulan lagi, kau bisa latihan."

Perlahan, tangan Amran mengusap airmata Zaid. Ia mengerti keinginan kuat anak sahabatnya itu. Berlari adalah satu-satunya cara untuk membalas kebaikan Amran dan keluarga. Berkali, uang hadiah yang diraih Zaid, selalu diserahkan kepada istrinya.

Dalam hati, Amran menyesali diri. Menunda menyerahkan guntingan koran yang puluhan tahun ia simpan. Ketika menyaksikan semangat dan keinginan Zaid, Amran memutuskan tak memberikan guntingan koran itu. Mungkin sudah saatnya, Zaid mengenal Shigeki Tanaka.

***

Apa yang bisa diungkapkan oleh lelaki berusia tiga belas tahun? Saat tahu, Hiroshima, kota kebanggaannya luluh lantak. Bom atom bernama Litle Boy yang menjadi sebab kehancuran itu.

Berselang tiga hari setelah Litle Boy, satu bom berjuluk Fat Man pun menghujam Nagasaki. Membuat Kaisar mengajukan bendera putih kepada Amerika. Sekaligus memantik perang dunia kedua mereda.

Bertahun kemudian, Shigeki Tanaka baru mengerti sekaligus membenci peristiwa itu. Tanaka kecil, sudah diajari tentang kehormatan dan harga diri. Maka ia membenci dengan caranya sendiri. Dengan berlari.

Menjadi orang pertama yang menyentuh garis finish pada Boston Marathon. Salah satu Ajang berlari jarak jauh paling prestisius menjadi prasasti benci Tanaka sebagai penyintas. Di halaman depan wajah angkuh Amerika

Hampir duapuluh tahun usianya. Enam tahun, sesudah peristiwa yang menewaskan ratusan ribu anak bangsanya. Tanaka Menjadi spirit negaranya. Jepang takkan mudah menyerah, meskipun dihancurkan dengan cara sekeji apa pun.

***

"Ayah, kejadian itu tanggal berapa?"

Suara si Sulung mengusikku. Secepatnya, kusimpan kisah ini di folder "Kumpulan Cerpen Kompasiana". Kemudian beralih pada si Sulung yang masih menunggu. Aku berdiri, meminta anakku duduk di hadapan laptop.

"Buka gugel. Cari bom atom Hiroshima-Nagasaki, Nak!"

"Hah?"

Curup, 09.08.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun