Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terkadang Orangtua Menanam "Pohon Harapan" yang Terlalu Rindang pada Anak

4 Agustus 2020   22:36 Diperbarui: 4 Agustus 2020   23:32 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Anak dan bayangan (sumber gambar: pixabay.com)

Saat anak tumbuh besar, maka pohon harapan orangtua pun semakin bertambah rindang. Bayangkan ketika keluarga besar, saudara, lingkungan rumah seumpana tetangga dan lingkungan sekolah seperti guru, juga melakukan itu?

Jika tak hati-hati saat menanam apalagi tak menyiapkan alur proses untuk mewujudkannya. Tak harus menunggu belasan atau puluhan tahun. Bisa saja, saat masih kecil, pohon harapan itu tumbang, kan?

ilustrasi benih tanaman (sumber gambar : pixabay.com)
ilustrasi benih tanaman (sumber gambar : pixabay.com)
3 Hasil Penelitian BERD Institute tentang Harapan Para Ibu .

Ada kajian menarik yang kukutip dari hasil survey Benesse Educational Research and Development (BERD) Institute milik Benesse Corporation yang merupakan perusahaan pelayanan pendidikan di Jepang seperti dilansir haibunda.com. (baca di sini)

Penelitian itu dilakukan di Indonesia, China, Finlandia dan Jepang. Dengan objek penelitian adalah ibu rumah tangga. Setidaknya, ada 3 harapan terbesar para ibu terhadap anaknya. Dan hasilnya normatif namun bagiku, bisa menjadi bahan diskusi parenting. Aku sarikan, ya?

Pertama. Menyayangi Keluarga

Jadi, bukan kaya, terkenal memiliki pendidikan tinggi atau pekerjaan yang layak. Harapan terbesar para ibu adalah keinginan agar anaknya menyayangi keluarga. Ini jawaban ibu-ibu yang ada di Indonesia, China dan Finlandia.

Karena harapan adalah sesutu yang belum terwujud. Dan itu adalah jawaban para ibu, yang dianggap dekat dengan anak. Jika hasil kajian itu kontekstual dengan fenomena yang terjadi. jejangan sekarang, anak-anak tak lagi menyayangi keluarganya?

Kedua. Memiliki Sikap Kepemimpinan.

Tuh, kan? Ternyata para ibu mempunyai prioritas yang tinggi, agar anaknya memiliki sikap kepemimpinan. Aku bayangkan jika bertanya pada ibu-ibu yang ada di sekitarku. Bisa saja hal ini tak akan ada!  Jika pun ada, mungkin satu atau dua.

Apatah karena respondennya ibu-ibu? Jawaban itu adalah refleksi ketidakpuasan pada kepemimpinan suami yang diberi jabatan pemimpin oleh para ibu yang ditahbiskan selaku orang yang dipimpin dalam rumah tangga. Aih, semoga kesimpulanku salah, ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun