Muaranya? Muncul penyesalan dari temanku. Ketika segala usaha dilakukan dan banyak biaya yang dikeluarkan, Namun tak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Istilah Minang, "Minyak Abih, Samba Tak Lamak".
Ketika temanku itu, meminta aku untuk mengajak anaknya berdiskusi. Walau bukan secara medis atau klinis, tak banyak yang bisa kulakukan. Dalam beberapa kali pertemuan, aku seperti menghadapi keruntuhan gunung es yang mencair. Â
Ternyata, sudah sejak SMP sang anak meredam luka beban dan tekanan besar dari keinginan orangtua. Sudah berusaha semampunya bertahan. Lebih karena rasa takut dan tak siap menghadapi kekecewaan orangtua.
Namun, akhirnya, bertekad menyerah di tengah jalan. Walau dengan rasa bersalah yang semakin dalam. Maafkanlah, Aku tak bisa menuliskan secara lugas, kondisi terkini sang anak. Namun, pembaca mungkin bisa memahami situasi seperti itu.
Kukira, itu salah satu alasan. Ketika di awal aku tulis, begitu mahalnya ongkos "tahu diri" yang harus dibayarkan. Hiks...
Curup, 22.07.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H