***
Bagimu, mencintaiku adalah pilihan. Memilih memasung satu persatu impianmu pada bilik terjauh, untuk berteduh di bahuku yang masih saja rapuh. Tak pernah kutanyakan sebab itu, karena tak akan ada jawabmu.
Bagiku, memilikimu adalah keputusan. Bukan keputusan tersulit menerimamu dengan segala utuhmu. Namun menghimpun nyali untuk meresapi genangan air matamu, adalah kegagalan terbesarku.
***
"Mas, Anak-anakku..."
'Sudah kusiram!"
"Sawi?"
"Anakmu juga, kan?"
Kau gelengkan kepala. Tak pernah berubah! Bagimu, hanya rumpun mawar dan pandan wangi, kau akui sebagai anakmu.
Setiap jum'at pagi, kau petik dua atau tiga kuntum mawar, satu demi satu kelopaknya kau himpun dalam satu botol besar bekas minuman yang berisi air, yang harus kuambil dari tempat wudhu masjid.
Begitu juga dengan daun pandan. Berbekal gunting kecil, lima hingga tujuh helai kau petik. Kemudian kau gunting tipis-tipis, untuk disatukan bersama kelopak mawar. Ritualmu, satu kali seminggu. Aku duduk menemani, untuk mendengarkan suara nyanyian bercampur gumam dari mulutmu.