Sudut Pandang Orang Ketiga (Serba Tahu). Si penulis akan menceritakan apa saja terkait tokoh utama. Ia seakan tahu benar tentang watak, pikiran, perasaan, kejadian, bahkan latar belakang yang mendalangi sebuah kejadian.
Entahlah! Tiba-tiba aku membuka lagi satu pesan yang kusimpan di catatan ponselku tentang sudut pandang (point of view), yang biasa digunakan untuk menulis fiksi. Pesan itu kudapatkan dari WAG Menulis.
Penyebabnya? Berita tentang artis yang terlibat prostitusi online! Berita dan cerita "kasus" itu, tak hanya berseliweran, namun telah berjumpalitan di semua media. Apatah layar kaca, koran, portal berita online dan media sosial yang menyusup melalui ponsel.
Sila dicoba! Jangan kaget, jika ke mana pun mata dan telinga mengarah, akan bertemu inisial dan tanpa inisial artis tersebut, dipadupadankan dengan beragam judul "menggoda". Berita hari ini, sosok artis itu "disembunyikan" dalam kemasan plastik transparan.
Sex is news! Seks adalah berita dalam jurnalistik. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seks mampu menarik perhatian dan rasa ingin tahu banyak orang.
Lupakanlah tentang nilai-nilai etika, akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Atau memberikan perlindungan identitas untuk menghormati privasi yang biasanya menjadi "kunyahan" dan kajian jurnalistik. Tak hanya kali ini, kan?
Jika ada berita perselingkuhan tokoh partai politik dengan artis, berita pelecehan seksual guru kepada murid di sebuah Sekolah Dasar, atau berita kehamilan seorang anak gadis akibat ulah seorang Pejabat, dipastikan laku keras!
Berkaitan dengan fenomena ini, aku tulis saja 3 tahapan yang menjadi mata rantai sex is news berdasarkan kajian kiramologi, ya?
Pada Mulanya adalah Berita.
Secara lugas, makna berita adalah informasi tentang peristiwa terkini. Dalam industri media, berita adalah komoditas (bahan baku sekaligus produk). Dibingkai dalam berbagai aturan. Baik tentang nilai, fungsi maupun manfaat sebuah berita.
Namun di masa kini, makna berita tak perlu rumit lagi, agar siap saji. Berita dengan makna berharga, penting atau bermanfaat untuk orang banyak, menjadi pilihan kedua. Sasaran utama adalah sajian yang "menjual".
Misal? Ada berita tertangkapnya satu pasangan di hotel. Maka judul berita "Satu Pasangan Digaruk Petugas di Hotel M". Melalui pendalaman singkat, berita lain menyusul, "Terungkap! Pasangan di Hotel M adalah Tokoh Partai Anu". Berita seterusnya, bisa ditebak, kan?
Berita Berbingkai Cerita.
Tak perlu hitungan hari. Kecepatan berita bisa segera berubah menjadi cerita dalam hitungan menit atau jam. Berita tak lagi menjadi dinding informasi. Namun tubuhnya telah dihiasi dengan data dan kronologi yang bebas siar.
Berita menjelma, berbentuk cerita gabungan antara fiksi dan non fiksi. Pada momentum ini, penulis berita menggunakan sudut pandang orang ketiga yang serba tahu.
Akan tersaji karir awal tokoh partai, jenjang pendidikan, daerah pemilihan, kinerja juga sepak terjangnya. Tak berhenti di situ, akan ada data dan kebiasaan istri, warna sepatu kesukaan atau merek tas istri. Tak lupa dilengkapi dengan data anaknya, sekolah di mana dan kelas berapa.
Berita dalam kemasan cerita berlanjut. Tentang kisah awal perkenalan dengan pasangan selingkuhnya. Ternyata artis yang pernah ikut terlibat saat kampanye, seorang janda tanpa anak. Lebih seru lagi, bila dikisahkan perjuangan artis tersebut dari awal karir, disertai foto diri bersama kedua orangtuanya yang sudah renta!
Bermacam narasumber dicari, digali dan disigi. Mulai dari guru SMA, teman sekelas saat SD, pembantu tetangga, sampai pedagang bakso langganan. Termasuk saingan atau lawan politik dari tokoh partai dan artis tersebut. Maka kisah itu dianggap menginspirasi! Eh, dramatis! Iya, kan? Â
Terkadang, Cerita Berujung Derita.
Ungkapan Ini, bukan kesimpulan dari penelitian dengan metode yang rumit. Hanya kiramologi saja. Bahwa tahapan berita sex is news, selain cerita penuh drama, acapkali dibumbui dengan derita yang tak kalah dramatis dan traumatis!
Penulis berita, tak lagi menggunakan sudut pandang orang ketiga ini. Tak lagi bercerita  secara runut dan rinci. Ketika tokoh partai tersebut dipecat atau akhirnya keluarga tokoh partai itu alami perceraian. Bilik berita hanya tersedia sedikit, tentang sidang perceraian dan perebutan harta gonogini serta hak asuh anak.
Bagaimana dengan artis? Diberitakan karirnya yang meluncur drastis. Sepi orderan dan dikabarkan terlilit hutang. Juga ditambahkan sedikit cerita, jika orangtua artis tersebut sedang dirawat di rumah sakit.
Karena nilai beritanya tak akan sama dengan tulisan yang bermakna sex is news, penulis berita tak akan menyigi derita itu lebih lanjut. Kisah perselingkuhan Tokoh Partai dan Artis ditutup! Sambil mencari atau menunggu parade sex is news berikutnya.
Jika menulis penderitaan, mungkin mereka lebih memilih tentang tenaga medis yang menjadi korban korona, wanita tua yang hidup sendiri tapi tak pernah dapat bantuan pemerintah. Atau anak yang berhenti sekolah karena orangtua tak mampu membeli kuota, dan berita-berita bernilai derita lainnya. Hiks...
Entahlah lagi! Mungkin aku harus menunggu. Menunggu jejak langkah dan kebijakan Pengendali media, pengaruh Pemilik media dan kearifan Penulis media atau perlawanan korban berita untuk memutus rantai berita tak lagi menjadi cerita dan derita.
Maafkanlah. Ini hanya refleksiku. Adakah yang sepertiku?
Curup, 14.07.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]