Nah, kali ini aku tak mau tuliskan beragam tanggapan jamaah kedai kopi, yang menjadi pendengar penuh hikmat dari pembicara tunggal tersebut. Pokoke, kesimpulan semua tanggapan itu, bermuara pada kalimat negatif! Gitu aja, ya?
Sebelum kutinggalkan kedai kopi pagi tadi. Masih sempat kudengar beberapa mutiara hikmah yang terlontar dari teman-temanku. Apatah itu sebagai refleksi setelah mengukur kapasitas diri, atau sekedar berkomentar, agar tak lagi ada Pembicara Tunggal.
"Hidup kok ngutang!"
"Gegara banyak gaya!"
"Ada uang disayang, banyak utang dibuang!"
Maghrib tadi, aku cari lagi pengertian dari toxic financialship dengan menelusuri Mbah Google, tak kutemukan definisi yang pasti. Hanya diungkapkan sebagai hubungan yang tidak sehat, karena ketergantungan aspek ekonomi.
Bisa salah satu di antara pasangan, semisal suami atau istri kaya yang berlaku semena-mena pada pasangannya karena ketimpangan ekonomi. Bisa juga keduanya dengan pihak ketiga seperti kisah di atas. Aku tak bisa berikan fakta sebagai contoh, karena banyak nama pesohor negeri.
Ada yang menarik, setelah membaca beberapa artikel dengan kata kunci "hubungan karena uang". Kutemukan artikel lawas di kompas.com (tayang tanggal 05.01/2011) dengan judul "Banyak Pasangan Putus Hubungan karena Uang". (Baca di sini)
Dalam artikel itu, dipaparkan hasil hasil survey situs MyVoucerCodes.co.uk terhadap 1.328 lajang pada rentang waktu 27 Desember 2010- 03 Januari 2011. Tentang langgengnya suatu hubungan dengan kondisi keuangan. Ternyata, hasilnya mengejutkan!
Angka 58 % lajang menyatakan, pemicu utama dan berpengaruh sangat besar dalam keberhasilan hubungan adalah faktor keuangan. Faktor lainnya, perselingkuhan, pudarnya rasa cinta atau karena pasangan sibuk bekerja.