Jamaknya menikmati segelas kopi di kampungku, jika ada seseorang yang berbincang dengan menggunakan "istilah canggih", akan ditahbiskan tanpa penunjukan langsung sebagai "pembicara tunggal". Maka berlanjutlah, urusan gosip tetangga temanku itu.
Sekilas diceritakan, tetangganya adalah pedagang pakaian yang memiliki dua ruko di pusat perbelanjaan di Kota Curup. Selama ini, kehidupan mereka terlihat "wah", memiliki rumah besar, punya mobil, serta dua anak remaja yang masing-masing dibekali kendaraan roda dua.
Pada awal tahun, pasangan itu menambah modal usaha dengan meminjam uang ratusan juta ke bank. Hal ini, sudah biasa dilakukan setiap tahunnya, dengan pola memperpanjang pinjaman sebelumnya. Uang tersebut digunakan sebagai investasi sebagai persiapan menghadapi ramadan dan lebaran.
Yang terjadi? Selain panen kopi dan cabe yang dianggap gagal karena cuaca hujan. Â Covid 19 juga menyerang negara api, kan? Eh, mewabah ke semua area nusantara, tah? Termasuk di kotaku. Pergerakan nafas perekonomian juga tergantung dengan kemampuan jual-beli masyarakat, kan?
Gosip Pembicara Tunggal di kedai kopi berlanjut. Tetangganya, gegara kalkulasi yang keliru, maka acapkali terjadi keributan. Akibat tagihan pihak peminjam yang sudah jatuh tempo. Saat lebaran kemarin, keributan semakin parah.
"Kan punya mobil? Jual saja buat menutupi utang?"
Sekali lagi, percayalah! Terkadang, di kedai kopi, kita bisa mendengarkan dan menemukan solusi-solusi praktis sekaligus gratis. Termasuk komentar di atas. Iya, tah?
"Mobil itu baru diganti. Angsurannya belum setahun!"
"Motor anaknya?"
"Sama! Belum lunas! Rumahnya aja, udah digadai lewat 'jalur belakang'!"