Belasan tahun lalu, aku pernah terlibat dalam kegiatan Child Disaster Awareness for School and Communities (CDASC), bekerja sama dengan Ausaid. Ketika itu, aku diminta membuat satu presentasi untuk sosialisasi bencana gempa bumi bagi siswa sekolah dasar.
Jadi, aku pun membuatnya ala orang kampung. Semisal definisi gempa adalah (blablala), Sebab-sebab gempa adalah (blablala), akibat gempa adalah (blablala). Itu, sesuai modul program yang telah disiapkan. Apa yang terjadi? Presentasi yang sudah selesai, diminta rombak sama si Bule!
"Ini powerpoint?"
"Lah? Untuk presentasi, kan?"
"Namanya powerpoint itu, powernya di-point, Bro! Bukan koran begini!"
Si Bule kemudian menjelaskan. Jika presentasi yang dituliskan itu, inti-intinya saja. Fungsi presenter, mempresentasikan agar lebih jelas. Kalau presenter hanya membaca slide presentasi, fotocopy-kan saja modul itu, atau sekalian saja putar film. Selesai!
Kukira, lebih dari setengah jam, aku diceramahi oleh si Bule, sambil menatap kertas yang penuh coretan tangannya. Perih? Iya! Tapi lebih perih lagi, sebab aku sulit memahami bahasa Indonesianya yang putus-putus. Akupun jadi tahu, kalau Bule jengkel, bahasa Inggris-nya lancar! Hihi...
Sejak itu, aku kapok! Jika diminta membuat presentasi, maka akan kubuat poin-poin dasarnya saja, sambil mencontoh presentasi-presentasi orang lain. Ternyata, jauh setelah masa itu aku tersadar.Â
Ada jurus jitu presentasi sederhana yang sudah lama "hidup damai" di dunia presentasi. Namanya Bulkonah.
Bulkonah, adalah singkatan dari Bulat, Kotak, dan Tanda Panah. Tiga simbol ini, kerapkali digunakan oleh pembicara berkelas. Ditambah dengan penataan warna serta beberapa selipan animasi yang menarik buat audiens.