Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Pelanduk di antara "Jebakan" Tahu dan Tidak Tahu

12 Juni 2020   23:24 Diperbarui: 13 Juni 2020   00:31 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lelaki dan peta konsep. (sumber gambar : pixabay.com)

Jika melihat tayangan kriminal yang melibatkan polisi di televisi. Kalimat "tidak tahu" ini juga sering digunakan tersangka, saat dijejali pertanyaan dalam sebuah interogasi. Semakin dicecar dan diminta mengaku, semakin gencar menjawab "tidak tahu!"

Hal yang sama juga acapkali ditemui pada terdakwa di ruang sidang. Namun dengan varian berbeda, yang populer adalah, "lupa, Yang Mulia!"

Ada juga, memang benar-benar tidak tahu. Seperti kisah temanku. Jika pulang malam, memilih melalui jalan pintas biar cepat sampai ke rumah. Biasanya, melewati sebuah jembatan. Namun, usai mendengar cerita "keangkeran" di jembatan, terpaksa memilih jalan pulang berliku dengan alasan takut.

Tuh, kan? Ketidaktahuan menyelamatkan, dan ketahuan yang menyusahkan! Haha...

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Menjadi Pelanduk di antara Jebakan Tahu dan Tidak Tahu.

Sesungguhnya, berurusan dengan tahu dan tidak tahu itu, tak pernah mudah. Contohnya, seseorang tahu tentang suatu hal, diminta mengaku tidak tahu. Atau sebaliknya, ada orang yang memang benar-benar tidak tahu, tapi dianggap bahkan dituduh tahu!

Akibatnya? Menjadi pelanduk di antara pertempuran para gajah. Diam salah, berlari lebih salah! Serba salah! Hiks...

Namun, ada juga yang memilih "bersembunyi". Poulo Coelho menggambarkan sosok yang bersembunyi ini, dalam catatan pendek buku Kitab Suci Kesatria Cahaya.

"Aneh! Aku bertemu begitu banyak orang yang mencoba memperlihatkan kualitasnya paling buruk. Mereka menyembunyikan kelemahan mereka dalam sikap kasar dan pemarah. Menyembunyikan rasa takut akan kesepian di balik kesan percaya diri. Dan, mereka tak percaya akan kemampuan mereka sendiri, namun tanpa henti menggembar-gemborkan kehebatan mereka."

Aih, hingga saat ini, aku masih riweh sendiri mengunyah kalimat panjang ini, usai membacanya. Untuk sementara, kubiarkan saja Poulo Coelho merasa aneh sendiri!  Jadi, aku lanjut aja menulis tentang urusan tahu dan tidak tahu ini, ya?

Tidak Tahu Itu adalah Awam?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun