Jika memiliki resiliensi, anak tak hanya mempunyai "daya tahan" yang mampu menghadapi kegagalan, namun juga mampu menempatkan diri dengan baik, walaupun mereka tumbuh dan besar dalam lingkungan yang buruk dan penuh tekanan.
Kemampuan keluar dari beragam tekanan serta terbebas dari pengaruh lingkungan yang buruk itu, yang biasa dikenal dengan ujaran "daya lenting". Pertanyaannya, bagaimana menumbuhkan daya lenting itu pada anak?
Aku coba sarikan dari beberapa artikel parenting dengan kata kunci resiliensi yang kubaca di laman penelusuran, ya?
Pertama. Kepercayaan dan Penghargaan terhadap Anak.
Apapun sebutan teori pola asuh anak, kepercayaan dan penghargaan terhadap anak selalu menjadi urutan pertama. Karena dua hal itu, adalah wujud dari rasa kasih sayang orangtua.
Pelukan atau sentuhan ringan semisal usapan di kepala atau punggung serta senyuman dari orangtua saat anak menghadapi kegagalan. Akan memicu tumbuhnya resiliesi anak, karena kegagalan yang dialami, tidak dianggap sebagai kekurangan.
Kedua. Orangtua "Role Model" Kebajikan dan Kebijakan.
Pada awalnya, orangtua adalah role model utama anak. Pada momentum ini, anak belajar memahami dan meniru apa yang dilakukan orangtua. Apalagi jika terjadi komunikasi terbuka serta pelibatan anak pada saat mengambil keputusan. Â Â
Dua hal ini, akan menjadi pijakan dasar membangun ranah afektif, kognitif dan psikomotorik anak sejak dini. Jika ini terus dilakukan, anak akan terlatih menjadi "problem solver" bagi dirinya sendiri, bahkan orang lain.
Ketiga. Anak dan Orangtua Tidak Takut Kalah dan Takut Salah.
Takut kalah dan takut salah adalah "toksin" dari perkembangan interaksi antara orangtua dan anak. Takut kalah, akan melahirkan pribadi yang pasif dan tak melakukan apapun. Atau sebaliknya, akan tumbuh menjadi pribadi pemenang. Apapun caranya.