Masih ingat salah satu acara TVRI, "Dunia dalam Berita"?
Selain acara Aneka Ria Safari, Musik Minggu Ini dan acara olahraga Dari Gelanggang Ke Gelanggang yang khusus tayang di hari minggu siang. Siaran Dunia dalam Berita (sebelumnya Berita Dunia) yang tayang setiap hari pukul 9 malam, adalah tayangan favoritku semasa kecil.
Ada beberapa alasan, acara berita dari satu-satunya saluran televisi (kala itu) menjadi kenangan bagiku.
Pertama. Penyiar (Anchor). Yasir Den Has, Yan Partawijaya, Toeti Adhitama, Anita Rahman dan Zsa Zsa Yusharyahya adalah nama-nama tenar yang melekat dalam ingatanku. Suara yang khas, Profil penampilan yang elegan, walau hanya tampak sebatas pinggang di layar televisi hitam putih, menjadi kenangan.
Kedua. Durasi tayangnya sebentar. Hanya selama 30 menit. Namun saat itu, waktu 30 menit full sajian berita. Tanpa ada jeda iklan. Jadi, titik psikologis untuk berkonsentrasi menyimak berita terwujud secara maksimal.
Ketiga. Format acaranya. Dibagi menjadi paparan berita terbaru dunia internasional. Seingatku, lebih banyak tentang aktivitas kemanusiaan PBB dan Asean, juga konfilik politik yang didominasi konflik Palestina-Israel serta Irak-Iran.
Di sajian penutup, akan ada dua atau tiga sajian berita olahraga. ditutup dengan prakiraan cuaca beberapa negara di dunia. Ini, awal mula aku mengenal bermacam negara serta ibukotanya. Haha...
Kalau mau menyimak berita dalam negeri, ada acara "Berita Petang". Selain itu, seluruh rangkaian acara TVRI memang sebagai media informasi milik pemerintah, kan?Â
Seingatku, sajian acara Dunia dalam Berita itu benar-benar paparan berita sebenarnya. Jadi, balik ke judul acara, pemirsa mendapatkan yang diinginkan. Yaitu berita.
Dari Wikipedia.org. Aku jadi tahu, jika tayangan Dunia dalam Berita itu termasuk berusia panjang. Mulai tayang 20 Juli 1973 hingga 31 Desember 2008. Namun, eksistensi acara Dunia dalam Berita, mulai tergeser ketika kran pendirian dan perizinan televisi swasta dibuka.
Memang ada kewajiban menayangkan ulang acara TVRI (sebagai televisi pemerintah), namun stasiun TV Swasta juga memproduksi berita versi masing-masing, tah?
Manusia membutuhkan berita. Ada yang sekadar pemenuhan rasa ingin tahu, atau memang untuk memunjang dan memperlancar pekerjaan serta aktivitas keseharian, tah? Sehingga, "potongan" kue iklannya juga besar.
Tanpa disadari, hal itu membuat semua stasiun TV terlibat perlombaan cara "mengemas berita". Agar menarik perhatian pemirsa dan penayang iklan, dengan sajian berita yang dibuat berbeda. Lahirlah acara semisal Sekilas Info, Info Terkini dan Lintas Peristiwa (Terkadang menjengkelkan, ketika hadir di tengah tayangan sebuah film).
Kemudian kemasan berita, mulai disisipkan dengan tulisan bergerak (running text) di layar bawah TV. Hingga kini, Kemasan berita digabungkan dengan talkshow disertai hiburan musik.
Konsep breaking news atau hot news tak lagi bermakna berita singkat (Straight News). Bahkan durasinya melebihi sebuah tayangan film, plus iklan. Contoh paling gampang, lihat tayangan "arus mudik atau arus balik" saat ramadan dan lebaran di nyaris semua stasiun TV, kan?Â
Karena "persaingan" mengejar kecepatan penayangan, Peristiwa apapun yang "menjual" dikemas menjadi berita. Himpunan cerita dan derita didisain menjadi berita. Kualitas berita tak lagi menjadi prioritas. Terkadang tak peduli, jika esensi berita yang disampaikan berbeda antar stasiun TV.
Akibatnya, semakin berkurang keinginan menanti siaran berita dan menyimak secara dengan seksama. Yang dibutuhkan hanya rasa ingin tahu. Agar "dianggap nyambung" ketika ditanya atau diajak cerita oleh teman-teman di tempat kerja.
Selain itu, dinamika politik tanah air juga "mewarnai" perjalanan dan konsep acara berita. Hadirnya politikus sebagai pemilik stasiun TV, atau mantan penyiar yang menjadi anggota partai politik. Pelan-pelan menghadirkan "kecurigaan" bahwa berita yang disajikan, adalah "pesanan". Apalagi di musim pemilu.
Juga ada anggapan acara berita tak ubahnya acara gosip. Olahan data yang dipaparkan, terkadang tak berujung fakta bagi pemirsa.
Khusus TVRI. Hadirnya stasiun TV Swasta juga "mengikat" beberapa penyiar kawakan dan senior atas nama profesional. Hal ini, mau tak mau menggerus patron TVRI menjadi penguasa arus utama berita di tanah air.
RRI pun mengalami "perang" yang sama. Dengan tumbuhnya stasiun radio swasta. Bahkan ada jaringan berita radio seluruh Indonesia, tah?
Menjamurnya media cetak pasca reformasi, membuat goyah acara berita TV juga radio. Inovasi digital kemudian meramaikan "blantika pemberitaan tanah air", dengan hadirnya media atau portal berita online.
Serbuan berbagai bentuk media sosial, seiring perkembangan teknologi digital, semakin "menyudutkan" makna berita yang sesungguhnya. Apapun dan siapapun bisa saja dengan bebas menelurkan sesuatu yang dikategorikan berita.
Secara pribadi, karena pernah berkiprah di radio. Aku jadi mengingat beberapa syarat agar suatu peristiwa layak dianggap berita. Terkadang, sesuatu yang diyakini sebagai berita, memenuhi kebenaran secara fakta dan data, tapi tak jadi ditayangkan, karena melanggar etika. Hiks...
Saat ikut pelatihan jurnalistik dulu, acapkali peserta diingatkan. Sajian berita, tentu saja tak lepas dari kepentingan dan tujuan dari pemilik dan penulis berita. Namun juga menyigi etika, estetika dan apakah hal itu bermanfaat bagi orang banyak atau malah sebaliknya?
Seingatku, ada beberapa batasan suatu peristiwa atau fenomena itu, untuk dipertimbangkan dan layak dianggap berita. Karena udah panjang, mungkin lain kali aku tuliskan, ya? Hihi...
Demikianlah, kilas balikku tentang kenangan acara Dunia dalam Berita serta fenomen sajian berita terkini yang hadir setiap hari. Selalu sehat, salam!
Curup, 09.06.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H