Percayalah! Rumus dengan anak gadisku lebih baik mendengarkan. Jika aku lahirkan konflik, nasib suguhan segelas kopi, akan terancam! Jadi, aku pun memilih diam, tanpa sanggahan dan bantahan. Hahaha…
Usai salat Ied di rumah dan saling bertukar salam serta bermaafan. Sambil melipat mukenah, Uni berkomentar ringan.
“Enak salat tadi, Yah! Hening.”
“Lah? Tadi kesal?”
“Kalau di lapangan rebut! Kadang terdengar suara anak kecil yang nangis! Jadi susah khusu’!”
Si Sulung sebagai Imam Salat Ied!
Tragis, mungkin salah satu kata pilihanku. Ketika belum genap menjadi santri sebuah pesantren di Kota Padang. Dampak kebujakan Keadaan Luarbiasa, membuat pengurus pesantren memulangkan semua santri hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Maka si sulung musti pulang ke Curup dan menjalankan karantina mandiri selama dua minggu. Akan menjadi PR bagiku, untuk mengembalikan semangat si Sulung, saat waktunya harus kembali ke Kota Padang, kan?
“Surat apa yang dibaca, Bang?”
“Al A’la dan Al Ghasyiyah kan, Yah?”