Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Fiksi Ramadan | Mantra yang Sama di Malam Berbeda

23 Mei 2020   21:04 Diperbarui: 23 Mei 2020   21:10 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

"Hilal telah tampak"

"Hamdallah! Akhirnya lebaran serentak, Bang!"

Saat itu, kau tersenyum ke dapur. Bagimu, perbedaan pendapat tentang penentuan hari pertama Ramadan serta penetapan 1 Syawal, selalu membuat khawatir.

Kau tahu, aku lebih sepakat dengan metode hisab, dan sebagai istri tentu saja mengikutiku. Tapi keluarga besarmu tak begitu. Beberapa kali, perbedaan hari lebaran membuatmu tersudut.

Tak hanya tentang Ramadan dan lebaran. Akupun acapkali berbeda sikap tentang cara berdoa yang harus melalui syarat tertentu, penyelenggaraan ta'ziah yang terkadang bikin riweh ahli musibah, atau beberapa ritual aneh yang dianggap adat.

Selalu beda! Itu cap yang dilekatkan padaku. Sejak awal berkenalan, pacaran hingga menikah. Sesungguhnya, kau terbiasa dengan ungkapan itu. Dan, kau menerima segala resiko itu, saat menerimaku sebagai suamimu.

"Gak risih?"

Pernah sekali waktu, kuajukan pertanyaan sia-sia itu. Dan akupun tahu, tak perlu menunggu jawabmu. Karena tak akan pernah ada jawaban untuk itu. Yang ada, hanya kalimat Tanya yang juga tak perlu kujawab.

"Kan udah begitu, dari dulu?"

***

"Bang, kita belum bayar zakat?"

"Udah! Tadi kuberikan ke masjid. Kenapa?"

"Biasanya, Makwo Sur..."

Aku lupa sosok perempuan tua yang tinggal sendiri di belakang rumah. Biasanya, yang membayar zakat adalah tugasmu. Namun, kemarin karena kebetulan sedang di masjid, aku langsung membayarnya.

"Ya Udah! Berikan aja ini..."

Selembar uang kertas limapuluh ribu, kuserahkan padamu. Matamu menatapku, tapi tanganmu meraih uang di tanganku. Segera bergegas keluar rumah. Aku tahu tujuanmu rumah Makwo Sur.

"Udah kuserahkan, Bang! Tapi, gak bilang itu uang zakat!"

"Hamdallah. Bagus itu! Bilang aja titipan orang!"

"Iya!"

Begitulah. Selalu ada hal-hal baru yang kau temui dari tindakanku. Tapi bagimu, bukan lagi tentang berbeda. Hanya mencoba mengerti, kenapa aku melakukan itu.

 

***

"Bang, besok ada undangan nikahan Mbak Lastri. Kita beli kado atau..."

"Bawa amplop aja, ya? Siapa tahu, lebih bermanfaat!"

Tak akan ada sanggahan darimu. Namun selalu ada pertanyaan, sebelum berangkat undangan. Ketika tanganmu sudah memegang amplop.

"Berapa, Bang?"

"Seikhlasmu aja!"

"Tak perlu tulis nama, kan?"

"Iya!"

Sesungguhnya, kau pun sudah hapal semua itu. Kukira, kau merasa ada suatu hal yang kurang, jika belum melakukan kebiasaanmu. Pertanyaan yang sama, juga jawaban yang sama.

***

"Bang, ibu nanya. Kenapa gak ada aqiqah Arif?"

Tiga hari, usai lahiran hadir pertanyaan itu. Aku mengerti, ibumu tak akan tanyakan langsung hal itu padaku.

"Uangnya kuserahkan ke pengurus panti. Biar kambingnya langsung dimasak serta dinikmati anak-anak di sana!"

"Hah?"

"Nanti, kita buat nasi kotak aja, ya? Dibagikan ke tetangga!"

"Tapi, ibu... "

"Biar aku yang jelaskan ke ibu!"

***

Sejak sore tadi, Arif telah datang ke rumah. Membawa aneka masakan hasil olahan tangan istrinya.

"Hilal telah tampak, Yah!"

"Iya. Barusan ada di berita."

"Jadi, keputusannya besok tetap tak ada sholat Id di lapangan atau masjid?"

"Iya!"

"Tapi, besok pagi aku..."

"Kau datanglah ke rumah mertuamu. Biar aku ke tempat Ibumu!"

Malam ini, di antara gema takbir. Ucapan Arif, kembali mengingatkanku pada keresahanmu. Menunggu keputusan dan ketetapan hari lebaran. Kalimat "hilal telah tampak", adalah mantra bagimu. Menciptakan bahagia, atau merasakan berbeda.

Bagiku, kali ketujuh kurasakan lebaran yang berbeda. Tanpamu.

Curup, 23.05.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompsiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun