"Jangan mudik, jangan mudik dulu, enggak mudik tetap asik"
Ini lagu viral dalam beberapa hari ini. Di media sosial juga di layar televisi. Video  dengan durasi 0.55 detik, melibatkan beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, serta sejumlah kepala daerah.
Ada pro dan kontra? Iya harus! Itu salah satu bukti adanya dinamika berbangsa dan bernegara. Namun esensinya tersampaikan. Ada pesan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Anggap saja, masyarakat memang butuh hiburan di tengah kesusahan, dan para pemimpin membuktikan, mampu melakukan itu, kan? Â
Himbauan melalui lagu ini, kemudian didaur ulang dengan varian bahasa oleh para selebritis dan influencer. Salah satunya, Youtuber Eka Gustiwana yang memadukan lagu "Jangan Mudik Dulu" tersebut  dan mampu menghimpun 80 Bahasa Daerah.
Sebelumnya, Eka Gustiwana juga mengkompilasi ajakan pemerintah sebelumnya #dirumahaja. Dengan mengajak relawan, terbukti mampu menghimpun ajakan yang istilah kerennya stay at home itu dalam 42 bahasa daerah. Kreatif, tah?
Terlepas dari cara atau pola yang dipilih untuk menekan penyebaran wabah, serta beberapa kebijakan terkini pemerintah, yang dinilai kontraproduktif dengan ajakan dari lagu tersebut. Sesungguhnya, anak bangsa memiliki kekuatan yang tak bisa diganggu gugat. Yaitu "menentukan pilihan".
Contoh? Sedahsyat apapun ancaman hukuman bagi pelaku korupsi atau narkoba, tetap saja ada orang yang melakukan korupsi dan melakukan beragam transaksi narkoba, tah?
Begitu juga dengan perbuatan salah, menghasilkan dosa dan bermuara neraka. Mereka tahu, namun tetap melakukan itu, kan?