Hari kebangkitan nasional yang ke 112 pada tanggal 20 Mei 2020 ini, memiliki tema "Bangkit dalam Optimisme Normal Baru" (dikutip dari website kominfo.go.id). Dalam peringatan sejarah bangsa di tengah upaya menghadapi penularan Covid-19, pemerintah menetapkan 3 kebijakan strategis.
Pertama, menempatkan kesehatan masyarakat sebagai yang utama. Kedua, pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk lapisan bawah. Ketiga, menjaga dunia usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Jamaknya peringatan hari besar nasional di Indonesia, acapkali mengusung tema-tema besar yang dianggap sesuai dengan kontekstual dinamika berbangsa dan bernegara pada saat pelaksanaannya.
Pertanyaannya, formula apa yang efektif untuk mewujudkan optimisme itu? Atau hanya sekedar iringan karnaval tema, atau "jauh dari panggang dari api" dengan realita terkini anak negeri?
Menyigi Ulang Nilai-nilai Kebangkitan Nasional.
Alur sejarah bangsa yang termaktub dalam buku-buku sejarah, menyatakan Kebangkitan Nasional yang diambil dari hari lahirnya oleh Budi Utomo, adalah "penyatuan visi" anak bangsa, saling berangkulan dan bergandeng tangan mewujudkan Indonesia merdeka.
Bahwa bebas dari penjajahan tak bias dilakukan sendiri-sendiri. Namun bersatu padu dengan potensi sesuai dengan nilai luhur yang telah dimiliki anak bangsa.
Optimisme gerakan kesadaran sosial itu melahirkan semangat baru. Serikat Dagang Islam yang digawangi H. Samanhudi, HOS Tjokroaminoto dengan Serikat Islam hingga Muhammadiyah dan NU serta beberapa organisasi masyarakat lainnya memiliki nafas yang sama.