Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Film "Sokola Rimba", Cara Cinta Menentang Ketidakjujuran dan Keadilan

9 Mei 2020   17:39 Diperbarui: 9 Mei 2020   17:45 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana sokola rimba (sumber gambar: kumparan.com/ dok. sokola rimba)

Butet jadi mengerti, Orang rimba "dicurangi" dengan surat perjanjian tersebut. Mereka menyetujui dengan bukti cap jempol, tentang hal yang tak mereka pahami, karena tak bisa membaca.

Pada titik ini, benang merah dari film sokola rimba. Konflik di film ini, juga melebar pada bagaimana beberapa murid Butet, yang terkukung dengan aturan adat jika sekolah itu adalah pantangan bahkan bisa membawa malapetaka.

Hingga mereka musti berjuang untuk belajar dengan bu guru Butet. Bungo dan beberapa orang temannya, akhirnya bisa membaca dengan lancar, dan memahami pasal-pasal yang tertera dalam surat perjanjian.

Bu Guru Butet mendapat penghargaan Asian Heroes 2004 dari majalah TIME. (Sumber gambar: liputan6.com / dokumentasi sokola rimba
Bu Guru Butet mendapat penghargaan Asian Heroes 2004 dari majalah TIME. (Sumber gambar: liputan6.com / dokumentasi sokola rimba
Adakah nilai solidaritas dari film ini?

Pada kisah nyatanya, seperti dipaparkan Saur Marlina "Butet" Manurung, Tak mudah meraih "kepercayaan" dari orang rimba. Butuh perjuangan untuk diterima dan berkali merasakan penolakan dari suku dalam yang tak terpapar dunia luar.

Hingga perlahan, sekolah rimba ala Butet diterima di kalangan anak muda rimba. Tentu saja, tak seperti pembelajaran di sekoah pada umumnya. Butet memadukan bermain dan belajar, sehingga anak-anak rimba tak merasakan sedang bersekolah.

"Sekolahnya tidak beratap, jadi kita di hutan gitu. Saya bawa buku, papan, lalu ya mengenalkan mereka abjad, angka dan mengajarkan mereka cara berkomunikasi dengan orang asing." Saur Marlina "Butet" Manurung (sumber: suara.com).

Apa yang bisa direfleksikan dari kisah ini? Kegigihan dan perjuangan seorang Saur Marlina "Butet" Manurung agar bisa mengajar anak-anak rimba. Sehingga tak lagi mudah diperdaya orang asing.

Atau paparan integritas menentang ketidakjujuran dan keadilan. Ketika orang-orang termasuik rekan kerja Saur Marlina "Butet" Manurung membiarkan eksploitasi. Tak hanya rimbanya, namun juga orang-orang rimba.

Semangat mendidik anak rimba agar bisa membaca dan menulis, hingga nanti tak dibodohi "orang terang" mencuri kayu mereka berbingkai surat perjanjian yang merugikan orang rimba. Hingga bisa menolak pasal-pasal yang merugikan Kelompok atau hutan milik mereka. Seperti yang dilakukan Bungo di akhir film.

"Bungo mengingatkanku pada sikap yang tepat menghadapi perubahan. Menjadikan pengetahuan sebagai senjata beradaptasi." - Saur Marlina "Butet" Manurung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun