Umar bin Khattab tahu, Abu bakar siddiq dikenal dengan kedermawanannya. Mak umar berusahan mengalahkan kedermawanan itu. Sesampai di rumah, Umar membagi dua kekayaannya. Separuh untuk di rumah, sisanya diserahkan ke Rasullah.
Rasulullah bertanya kepada Umar, " wahai Umar, adakah yang kamu tinggalkan buat keluargamu?" Umar menjawab, "ada, ya Rasulullah."
Nabi pun bertanya lagi, "Apa yang kamu tinggalkan?" Umar menjawab, "Saya tinggalkan untuk mereka, setengah dari harta saya."
Tak lama kemudian, Umar melihat Abu bakar menyerahkan hartanya untuk sedekah. Rasulullah pun bertanya kepada Abu Bakar, "Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?"
Abu bakar menjawab, "Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya!"Mendengar jawaban Abu Bakar. Umar pun berucap, "Saya tidak akan pernah dapat mengalahkan Abu Bakar!"
Ajang "perlombaan" antara khalifah pertama dan kedua dalam sejarah Islam, memberikan makna mendalam, bagaimana totalitas pengorbanan dan dan perjuangan dengan harta dari orang-orang terdahulu.
Akupun mengingat satu event di Kompasiana beberapa bulan lalu. Event menulis untuk merayakan Ulang Tahun Kompasianer yang bermukim di Amerika, Mbak Widz Stoops. Namun Tidak melakukan "traktiran" sebagaimana jamaknya orang merayakan peringatan hari lahirnya.
Mbak Widz mengajak Kompasianer untuk menulis tentang sosok istimewa di sekitarnya. Kemudian "traktiran" itu diberikan melalui penulis untuk diserahkan kepada sosok isimewa tersebut. Bagiku, ini adalah cara istimewa untuk merayakan hari istimewa seseorang.
Akupun membaca beberapa artikel teman-teman yang ikut Event tersebut. Menuliskan kebahagiaan, saat bisa membantu menyerahkan traktiran Mbak Widz  kepada orang orang yang layak melalui tulisan. Luarbiasa, kan?