Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kalap Tak Hanya Kalah Lapar, tapi Mata Lapar yang Bikin Dompet Ambyar!

2 Mei 2020   17:50 Diperbarui: 2 Mei 2020   17:46 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Aneka Takjil Ramadan (sumber foto : https://travel.kompas.com)

"Uni mau semangka, Yah!"

"Kakak ayam geprek!"

"Abang gorengan aja!"

Bak arus sungai yang deras, tiga jawaban berbeda meluncur lugas dari mulut anak-anakku. Ketika satu pertanyaan kuajukan, "kita berbuka dengan apa, Nak?"

Aih, sebagai orangtua, aku kembali menikmati keseruan anak-anak saat menentukan menu berbuka puasa.

Alhasil, 3 keinginan itu tersaji di meja makan, saat sirine sebagai tanda waktu berbuka terdengar. Apa yang terjadi?

Anak gadisku, menyantap sepotong buah semangka dan dua satu tahu isi. Segera ambil wudhu, sholat magrib. Terus menonton televisi.

Lelaki kecilku, usai minum air putih, langsung menikmati semangka dan gorengan. Sama sekali tak menyentuh ayam geprek.

Si Sulung yang kusapa Abang, seperti anak gadisku. Hanya menyantap gorengan dan semangka. Usai sholat magrib, juga menonton televisi.

Saat melihat makanan yang dibiarkan sepi menanti. Akupun bereaksi, "hayuk makan, anak-anak!"

"Nanti aja, Yah! Masih kenyang!"

Tuh, kan?  Bayangkan, empat belas jam menjalankan ibadah puasa, dengan menahan lapar dan haus. Aku disodori jawaban yang jauh dari logis.

ragam makanan yang membuat mata lapar (sumber gambar : https://www.suara.com)
ragam makanan yang membuat mata lapar (sumber gambar : https://www.suara.com)

Bagi anak-anakku, berpuasa dan berbuka juga dijalankan setiap senin dan kamis. Namun, perilaku berpuasanya menjadi berbeda pada momen Ramadan.

Biasanya, jika pada hari biasa sahur dan buka sekedarnya. Namun saat Ramadan “harus” istimewa. Mungkin karena Ramadan istimewa, maka semua musti istimewa, ya?

Pada titik ini, anak-anakku menjadi "gagal" menahan diri dari godaan rasa dan selera. Berbeda kasus, jika keinginan menu berbuka itu memang disantap habis. Iya, kan?

Begitulah, terkadang saat berpuasa, apalagi menjelang berbuka, kita acapkali membiarkan diri dikuasai selera.

Bayangkan saja, sesudah sahur dan mendengar bunyi imsak. Kemudian duduk manis di layar televisi. Ternyata acara “Menu Berbuka Hari Ini” dengan sajian yang aduhay. Akhirnya naluri kalap hadir.

Akhirnya mulai berfikir, “aih, nanti sore beli!”,

Padahal belum lagi terbit matahari. Jika sehari melihat acara sejenis di 5 saluran televisi berbeda? Ditambah lagi anggota keluarga memiliki selera berbeda? Itu godaan yang jauh, kan?

Ada juga godaan terdekat! Semisal tetangga yang berdagang aneka takjil untuk berbuka puasa. Kalau berbelanja, biasanya selain diberi “bonus” juga harganya rada “miring”. Nah, ini juga bikin kalap!

Selain, merasa sungkan kalau membeli dan mencari makanan dengan jenis yang sama, ke tempat yang lain tah? Sama tetangga, masa gitu? Iya kan?

Eh, kalau miliki anak kecil. Tetangga juga menjadi “masalah” bagi urusan kalap-kalapan belanja. Rencananya, mau masak sayur lodeh dengan tempe, tetiba dari tetangga tercium aroma ayam goreng. Bakal masalah!

Atau lagi diskusi menentukan buka puasa dengan anak-anak. Disepakati minumannya es dogan. Saat keluar rumah, anak tetangga lewat dengan senyum khas sambil membawa es krim.

Apa yang terjadi? Mungkin saja, anak-anak tak bersuara. Tapi, matanya melihat tajam pada bawaan di tangan anak tetangga. Bakal jadi masalah, kan?

Begitulah. Bisa jadi fenomena kalap belanja makanan dimulai dari psikologis, bahwa karena ini bulan Ramadan, jadi musti istimewa dan berbeda. Akibat godaan dari mulai televisi, media sosial juga dagangan tetangga dan anak tetangga. Hihi….

Ilustrasi berbuka puasa secukupnya (sumber foto : pixabay.com)
Ilustrasi berbuka puasa secukupnya (sumber foto : pixabay.com)

Jejangan, Kalap itu Kalah Akibat Lapar?

Berpuasa dalam pengertian umum, tak hanya menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam. Namun, jika memaknai secara asal kata shaum (puasa dalam bahasa arab) adalah "menahan diri dari segala sesuatu".

Kalau kalap urusan makanan, biasanya anak-anak lebih mendominasi, tah? Orang dewasa pasti ada, namun tak akan sedahsyat anak-anak untuk takluk pada selera!

Seperti kutulis di awal tadi. Sebagai orangtua, aku musti belajar lagi “menyetir” keputusan untuk memenuhi selera anakku. Agar tak kalap belanja, mengikuti selera mereka. Akhirnya dianggurin. Mubazir? Gak! Aku yang bakal menghabiskan.

Tapi anak-anakku tahu aturan yang aku terapkan sejak mereka baru bisa jajan. Jika suatu makanan yang minta dibelikan, tapi tak dihabiskan apalagi dimakan. Jangan harap akan dibelikan lagi!

Atau, aku seragamkan aja selera anakku, ya? Tapi, belum tahu caranya. Hiks…

Demikianlah,

Selalu sehat dan bahagia!

Namastee!

Curup, 02.05.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun