Akibat curah hujan yang tinggi, banyak teman-teman petani yang terancam gagal panen Baik berkebun kopi, bertanam cabe atau beragam sayuran. Pernah aku tulis tentang ini Bukan Hanya Gagal Panen, Potong Gaji pun "Gali Lobang" Lagi!
Kegagalan panen, akibatkan turunnya penghasilan yang kemudian secara langsung mengganggu kemampuan daya beli untuk pemenuhan kebutuhan, kan? Keluhan apalagi yang harus diujarkan, jika semua nyaris alami hal itu?
Ketiga. Kecemasan dan kekhawatiran yang berubah menjadi ketakutan.
Awalnya, termasuk aku pribadi. Masih merasa aman-aman saja dengan pandemic covid 19 ini. Hingga pada awal bulan ini, ditemukan kasus positif di ibukota propinsi, bahkan sekarang "mengepung" tempat tinggalku. sila baca Kasus Pertama di Bengkulu, Tsunami Berita dan Pertanyaan tentang Orang Gila yang "Kebal" Virus Corona
Himbauan dirumahaja, social distancing, work from home hingga learn from home, sudah dilakukan. Gelombang berita yang setiap hari menyigi dampak dan korban di media massa dan media sosial, menghadirkan rasa cemas, khawatir dan takut.
Tiga alasan diatas, kukira menjadi jawaban nyata. Bagaimana kondisi pangan di sekitar tempat tinggalku. Setidaknya, ada tiga varian situasi yang bisa aku tuliskan.
Pertama. Barang dan bahan ada, tapi harga mahal
Ini terjadi pada jenis bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir dan minyak goreng, telur, bawang merah dan bawang putih. Salah satu alasan pedagang kenapa harga mahal di pasaran, karena tersendatnya distribusi.
Kedua. Harga ada, tapi barang sulit didapat.
Daging ayam contoh gampangnya. Temanku yang biasanya menyediakan ayam potong, hanya menerima pesanan. Dan itupun terbatas pada pelanggan. Tak mau ambil resiko menyediakan lebih.