Kedua. Orangtua mungkin malu dan takut memeluk.
Ini mungkin rada aneh. Tapi tanpa disadari banyak berlaku. Khususnya bagi para ayah. Ada rasa "malu dan sungkan" menunjukkan perasaan serta penilaian yang sesungguhnya terhadap anak. Apalagi, jika anaknya sudah beranjak besar dan dewasa.
Namun ada juga ketakutan orangtua mengungkapkan pujian, disebabkan takut "merusak" anak. Orangtua khawatir, jika anak dibesarkan dengan pujian, bakal membuat mereka "besar kepala". Dan tak baik bagi kepribadiannya di masa depan.
Kukira, kekhawatiran ini beralasan, jika pujian itu dilakukan tidak proporsional, kan? Anak lakukan kesalahan dibiarkan atau malah dibela! Atau jejangan malah dipukul! Akibatnya, anak akan terluka lahir dan batin. Hiks...
Ketiga. Orangtua tak mampu melihat kesempatan untuk memeluk.
Adakalanya, orangtua acapkali melakukan "kecurangan" tanpa sadar. Saat anak masih bayi, orangtua akan begitu tolerir jika anaknya pipis di celana ata malah buang air besar. Terkadang malah tertawa, melihat kepanikan sang anak!
Begitu juga saat "menerima dengan rela" pakaian anak kotor, saat terpeleset di jalan yang licin sesudah hujan, padahal pakaian baru diganti. Saat bayi, anak tak pernah mempermalukan orangtuanya atau menuntut membereskan tempat tidurnya di pagi hari.
Namun, semua itu berubah saat anak beranjak besar. Tak lagi ada toleransi terhadap kesalahan dan kekurangan sang anak. Berganti dengan sang anak harus begini dan begitu. "Kesibukan" itu akhirnya membuat orangtua tak melihat sisi baik dari anak di antara "keburukan" yang mereka lakukan.
Cobalah bertanya pada orangtua yang sudah beranjak sepuh. Akan hadir kerinduan mereka, dikelilingi oleh anak, menantu atau para cucu. Apalagi, jika saat dewasa dan berumah tangga mereka musti tinggal terpisah dan berjauhan.
Gawatnya lagi, jika ternyata sang anak "menyimpan" kenangan, bahwa orangtuanya berlaku kasar, dingin bahkan merasa aman dan nyaman jika berjauhan dari orangtua! Perih, kan?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!