Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petuah Sebelum Menjadi Ayah, Menyigi 3 Ajaran Pokok Lelaki Minang

16 April 2020   22:37 Diperbarui: 18 April 2020   05:21 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Gadang di Minangkabau sumber foto : https://www.harianhaluan.com/

Salah satu dari tiga pertanyaan berkaitan dengan aktivitas di rumah, yang diajukan dalam topik pilihan Kompasiana tentang orangtua dituntut lebih "canggih" dari Google adalah;

Apakah Anda punya tutorial dan kiat supaya orangtua menjadi pendamping anak yang "serba tahu"?

Dari kacamata seorang ayah sepertiku, pertanyaan tersebut tanpa sengaja "menusuk" benakku. Memaksaku mendaur ulang tentang pilihan sikap dan caraku terhadap anak.

Aku dibesarkan dalam tradisi Minang yang lumayan melekat, walau lahir dan sekarang tinggal di Curup Bengkulu. Tapi sekolah dan kuliah di Ranah Minang.

Jadi, nilai-nilai yang berlaku secara langsung mempengaruhi cara berpikir, cara pandang dan berperilaku. Termasuk saat menjalankan prinsip sebagai kepala keluarga dan seorang ayah.

Aku tulis dulu, dasar pemikirannya, ya?

Ilustrasi Lelaki Menang dengan Pakaian Adat (tempo dulu). Sumber gambar : https://sumbarsatu.com/
Ilustrasi Lelaki Menang dengan Pakaian Adat (tempo dulu). Sumber gambar : https://sumbarsatu.com/
3 Ajaran Pokok Lelaki Minang

Setiap lelaki Minang, akan dibekali dengan 3 pokok ajaran yang diwariskan secara turun temurun. Khas Minangkabau, ajaran itu dipaparkan dengan kiasan atau petatah petitih yang masuk pada tradisi sastra lisan.

Tak ada sekolah atau kelas khusus untuk itu. Namun "dititipkan" dalam obrolan di meja makan atau sekedar duduk santai sambil minum kopi. Seperti petuah berikut ini:

Anak dipangku, kamanakan dibimbiang   

Urang kampung dipatenggangkan

Jago adat jan binaso.

Pertama. Anak dipangku, kamanakan dibimbiang. Lelaki Minang diharapkan, tak hanya menyelamatkan anaknya sendiri, namun juga keponakan (anak saudara sekandung). Tentu saja tak akan sama pada makna, sebagaimana frase dipangku dan dibimbing yang berbeda, kan?

Namun adalah kewajiban setiap lelaki Minang, menjalankan dua fungsi itu sejalan dan seirama. Sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika abai? Di keluarga besar, julukan "Mamak" (paman) hanya sebutan tak benyawa.

Kedua. Urang kampung dipatenggangkan. Pesan tersirat dari ungkapan ini adalah, segala tindak tanduk yang dilakukan, mempertimbangkan lingkungan sekitar atau orang banyak. Dalam arti kata, memiliki tanggungjawab sosial

Sehebat apapun seseorang, setiap keputusan yang diambil, tak boleh semaunya. Dengan alasan "ini milikku!", "ini hak kami!" dan seterusnya.

Ketiga. Jago adat jan binaso. Ini bermakna, lelaki Minang memiliki tanggung jawab untuk menjaga adat dan budaya. Di manapun dia berada dan menetap.

Orang Minang dikenal sebagai perantau dengan rumus "dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjung". Maka kemampuan beradaptasi serta memadukan ajaran tradisi dengan tanah rantau adalah tuntutan.

Silek, banyak filosofi yang terkandung dalam bela diri ini bagi lelaki Minang. sumber gambar : https://sumbarsatu.com/
Silek, banyak filosofi yang terkandung dalam bela diri ini bagi lelaki Minang. sumber gambar : https://sumbarsatu.com/
Menyigi Petuah Minang untuk Para Ayah

Nah, bagaimana ketiga tiga poin itu bisa diaplikasikan? Ketika lelaki Minang menikah, memiliki keluarga dan bekerja. Aku ajukan tiga petuah Minang berikutnya;

Sayang ka anak dilacuik'i

Sayang ka kampuang dijauhi

Sayang jo bini batinggakan.

Pertama. Sayang ka anak dilacuik'i. Jika dimaknai secara harfiah, sekilas tampak kontradiktif. Jika sayang dengan anak dilacuik'i (dicambuk/dipukul), padahal ajaran awalnya dipangku, tah?

Ini uniknya sastra lisan Minang. Anak dipangku tak harus dekat. Mendidik apatah lagi dengan kasih sayang, adalah kewajiban. Namun akan selalu ada ruang untuk pembangkangan, kan? Maka sikap "tegas" adalah makna dari kata dilacuik'i.

Kedua. Sayang ka kampuang dijauhi. Ini tak hanya bermakna musti merantau keluar dari kampung. Tapi jika keadaan "memaksa" harus jauh di rantau, maka kampung tak boleh dilupakan.

Ide pemikirannya, persis sama dengan idiom yang pernah diungkapkan Raja Inal Siregar, Mantan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 90-an. "Marsipature Hutanabe". Kembali membangun kampung. Kemudian disiasati orang Minang dengan istilah "Pulang Basamo" saat lebaran.

Ketiga. Sayang jo bini batinggakan. Frase ini capkali menjadi guyonan dan terdengar di kalangan anak muda Minang. Lah, kalau sayang harus ditinggalkan, untuk apa menikah dan beristri?

Pesan tersiratnya adalah. Kalau sayang dengan istri, biarkan ia menjadi 'ratu" di rumah. Maka suami giat berusaha dan bekerja di luar rumah, saat pulang ia akan menjadi raja. Coba kalau di rumah terus? Mau makan apa, coba? Ini tamsilan, ya?  

Terus?

Belum lagi tuntutan sebagai lelaki, harus memiliki label tak boleh cengeng dan menangis, lelaki musti mandiri juga tak boleh mengeluh. Sehingga tak banyak ruang bagi lelaki mengekspresikan perasaannya.

2 petuah Minang di atas. Secara tak langsung membentuk lelaki Minang sebagai ayah yang tampaknya 'jauh" dari keluarga, khususnya anak-anak. Karena minimnya interaksi sehari-hari. Namun, sila simak lagu ini, ungkapan rasa anak terhadap ayahnya. aku bagi link-nya, ya?


Balik lagi pada pertanyaan di awal tulisan tadi. Apa kiatku sebagai ayah terhadap anak-anak? Aih, udah aku tuliskan itu! Hihi...

Eh, satu lagi! Di Minang ada juga istilah yang terkadang disarankan, untuk dimiliki olah semua lelaki. Aku titip juga di sini, ya? Maknanya sila dicari sendiri. Ahaaay....

"Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati".

Demikianlah. Selalu sehat buat semua!

Namastee!

Curup, 16.04.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun