"Uni juga, Yah!"
Tak ada pilihan, kan? Jadi, aku serahkan ponsel. Tapi penasaran, bagaimana cara anakku membuat tugas itu. Anakku, biasanya tak mau dilihat olehku. Jadi, musti cari siasat, kan?
Aku akhirnya, berangkat dari rumah. Tapi tidak langsung ke tempat kerja. Singgah dulu tempat tetangga berjarak beberapa rumah. Menunggu sesaat, sambil menitipkan motor, aku pulang ke rumah. Menjalankan misi menjadi mata-mata!
Sebagai intel melayu, operasi senyapku tentu saja gagal total, kan? Jadi, aku terus terang saja bilang ke anak-anak mau lihat. Mungkin karena limit waktu musti setorkan tugas tersebut, jadi tak ada waktu untuk perdebatan.
Akhirnya, Dengan syarat tak boleh bersuara, akupun harus bersedia jadi patung!
Kedua anakku bersiap. Lokasi yang dipilih adalah kamar tidur. Pasti alasannya agar tidak bising. Keduanya berlatih sesaaat, saling menyimak hapalan masing-masing. Kemudian bergantian saling merekam.
Nyaris satu jam, keduanya melakukan proses itu. Aku tak menghitung berapa kali. Karena, bila  ada kesalahan, selalu diulang! Karena pakai rumus "one take!"
Tak hanya sampai di situ. Ternyata hasil rekaman itu, disimpan beberapa pilihan. Kemudian masing-masing memilih rekaman terbaik, untuk dikirimkan ke ustad/ustadzah masing-masing.
Selama prosesi itu berlangsung. Aku patuh melakukan "mannequin challenge". Hingga anakku tertawa, melihat ayahnya duduk di pojokan kamar tidur. Kakak mendekat untuk menyerahkan ponsel dan memelukku.
"Yes! Selesai!"