Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar di Rumah? Aturan Satu Gawai dan Andai Guru Melakukan Edutainment

27 Maret 2020   15:42 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:51 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : https://id.techinasia.com/

Sejak kegiatan belajar dilaksanakan di rumah. Nyaris setiap hari aku harus meninggalkan ponsel saat pergi bekerja. Sebab, anak-anak lebih membutuhkannya dari pada aku.

Begini, aku termasuk golongan orangtua yang kolot kalau urusan gawai. Kebijakanku, ponsel hanya satu di rumah. Mungkin rada susah dipraktekkan, namun itu sudah berjalan sejak aku mengenal ponsel pintar. Haha...

Sumber foto : https://mylebanonmyhome.com/
Sumber foto : https://mylebanonmyhome.com/
Aturan Satu Rumah Satu Gawai dan Resikonya!

Pasti butuh aturan, kan? "Kesepakatan" yang terpaksa dituruti oleh anak-anak adalah, pada hari senin hingga jum'at, hanya boleh menggunakan sesuai kebutuhan mereka. Semisal untuk mencari referensi pelajaran atau menghubungi guru dan teman.

Kalau hari sabtu dan minggu, silahkan mereka bermain sepuasnya. Dan, anakku sendiri yang mengatur "jatah waktu" mereka. Syaratnya? Tanpa keributan dan secukupnya kuota. Ahaaay...

Keuntungan dari kebijakan itu adalah, aku bisa melakukan pengawasan melekat terhadap apa yang mereka lihat atau asupan informasi apa yang anak-anakku terima. Mereka juga akhirnya belajar berbagi dan mengatur kebutuhan sendiri terhadap gawai, tah?

Kekurangannya? Acapkali terjadi rebutan. Tak hanya antar anak, tapi aku juga ikut rebutan. Apalagi jika di akhir pekan. Kalau aku menampakkan "kekuasaan" sebagai orangtua, maka anakku akan ajukan kalimat sindiran, "Bilang Ayah, harus komitmen?"

Tuh, kan? Begitu juga dengan kondisi saat ini. Saat konsep belajar jarak jauh membutuhkan gawai. Seperti percakapan pagi tadi, dengan anak lelakiku saat akan berangkat kerja.

"Ayah bawa ponsel?"

"Kenapa, Nak?"

"Kakak belum kirim video hapalan surat Al Alaq!"

"Uni juga, Yah!"

Tak ada pilihan, kan? Jadi, aku serahkan ponsel. Tapi penasaran, bagaimana cara anakku membuat tugas itu. Anakku, biasanya tak mau dilihat olehku. Jadi, musti cari siasat, kan?

Aku akhirnya, berangkat dari rumah. Tapi tidak langsung ke tempat kerja. Singgah dulu tempat tetangga berjarak beberapa rumah. Menunggu sesaat, sambil menitipkan motor, aku pulang ke rumah. Menjalankan misi menjadi mata-mata!

Sebagai intel melayu, operasi senyapku tentu saja gagal total, kan? Jadi, aku terus terang saja bilang ke anak-anak mau lihat. Mungkin karena limit waktu musti setorkan tugas tersebut, jadi tak ada waktu untuk perdebatan.

Akhirnya, Dengan syarat tak boleh bersuara, akupun harus bersedia jadi patung!

Sumber foto: medium.com
Sumber foto: medium.com
Melakukan Mannequin Challenge!

Kedua anakku bersiap. Lokasi yang dipilih adalah kamar tidur. Pasti alasannya agar tidak bising. Keduanya berlatih sesaaat, saling menyimak hapalan masing-masing. Kemudian bergantian saling merekam.

Nyaris satu jam, keduanya melakukan proses itu. Aku tak menghitung berapa kali. Karena, bila  ada kesalahan, selalu diulang! Karena pakai rumus "one take!"

Tak hanya sampai di situ. Ternyata hasil rekaman itu, disimpan beberapa pilihan. Kemudian masing-masing memilih rekaman terbaik, untuk dikirimkan ke ustad/ustadzah masing-masing.

Selama prosesi itu berlangsung. Aku patuh melakukan "mannequin challenge". Hingga anakku tertawa, melihat ayahnya duduk di pojokan kamar tidur. Kakak mendekat untuk menyerahkan ponsel dan memelukku.

"Yes! Selesai!"

"Lah? Kenapa tak ucapkan Hamdallah?"

"Alhamdulillah!"

Kubuka aplikasi kinemaster di ponsel. Terus kuedit secukupnya, sambil menambah foto dan menulis nama mereka di video tersebut. Kedua anakku diam menyimak. Agak lama, kuminta mereka lihat hasilnya.

"Wah! Kirim yang ini aja ke ustad, Yah!"

"Gak boleh! Itu curang!"

"Ajari Uni, Yah?"

"Orait! Tapi, gurunya belum ngopi!"

Tanpa suara, anak gadisku membuat kopi. Singkat cerita, mereka mulai memahami cara mengedit sederhana. Malah melakukan eksperimen dengan memasukkan foto-foto, menjadi kolase bergerak.

"Di laptop juga ada, Nak!"

Pilihan kalimat keliru! Tak butuh waktu lama. Kedua anakku sibuk dengan project masing-masing. Satu menggunakan ponsel, yang satu dengan laptop. Aku? Kembali dianggap patung. Ya udah, tandanya aku harus berangkat kerja, kan?

sumber foto : https://www.edsys.in/
sumber foto : https://www.edsys.in/
Andai Belajar di Rumah Menggunakan Konsep Edutainment

Sesungguhnya, tanpa sengaja. Hal yang dilakukan anak-anakku tadi, termasuk pada rumusan edutainment. Yaitu perkawinan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan).

Secara epistemologi, edutainment adalah : Bagaimana anak didik terlibat dalam proses pembelajaran dengan rileks, menyenangkan dan bebas dari tekanan fisik dan psikis.

Saat artikel ini kutulis, malah jadi kepikiran. Dibandingkan instruksi mengerjakan deretan soal sekian halaman yang diambil dari buku paket, difoto dan dikirimkan ke gurunya. Kenapa tak dilakukan konsep edutainment?

Semisal, Belajar menggambar peta sumatera bersama ayah? Belajar memasak nasi goreng bersama ibu? Atau pilihan-pilihan lain, yang mengaitkan materi belajar dengan melibatkan orang-orang yang ada di lingkungan rumah.

Kan, belajar ada silabus dan kurikulum? Menurutku, kedua hal itu adalah panduan umum. Capaian pembelajaran anak, tergantung dari indikator yang dibuat oleh guru. Itu pun jika kondisi normal. Jika kondisi #DiRumahAja seperti sekarang?  

Jadi? Hayuk sajikan anak didik konsep belajar edutainment. Jika pun gurunya lupa, maka orangtua yang membuat pembelajaran di rumah menjadi seru dan menggembirakan. Sing penting, anak betah di rumah dan tetap belajar, kan?

Nah! Aku curhat lagi, kan? Hiks..

Hayuk salaman!

Curup, 27. 03. 2020
zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun