Biasanya, orang yang memiliki ide baru akan dianggap aneh. Dan, anggapan itu akan berhenti terkadang dilupakan, ketika ide itu terbukti berhasil.
Begitu juga jika ingin mengubah prilaku, mesti memiliki ide yang brilian. Walau dianggap tak masuk akal, bahkan aneh.
Termasuk, saat menyikapi tentang subsidi gas LPG 3 Kg. Karena benturan tentang keberadaan dan kelangkaan gas, yang acapkali ditemui.
"Ada ide, pengganti gas elpiji, Bang?"
"Ada!"
"Misal?"
"Ciptakan tabung khusus penampung kentut!"
"Haha..."
Dalam obrolan di warung kopi, tak sengaja, aku diajak kembali mengulik ulang perubahan prilaku masyarakat di dapur, hingga ketergantungan pada gas LPG tersebut.
Orang-orang dulu, memasak itu di tungku. Di dapur terlihat bermacam jenis perapian tersebut. Ada dari susunan batu berbentuk segitiga atau segi empat, memakai penampang berbahan potongan besi. Hingga yang dibuat khusus berbahan tanah liat.
Bahan bakarnya, menggunakan potongan kayu kering. Orang-orang pergi ke hutan, mencari dan menebangi pohon. Di pinggir jalan akan berjejer kayu bakar yang diikat dengan berbagai jenis kayu, dan dijual dengan varian harga.
Kemudian, inovasi hadir dengan membuat anglo. Jenis tungku perapian berbahan semen. Bahan bakarnya, tak lagi kayu kering tapi arang! Perlahan, di pinggir jalan berjejer anglo berbagai ukuran dan arang dalam karung.
Hidup mulai efisien dan dianggap bersih. Dapur tak lagi disesaki susunan kayu bakar dan asap.
Susah mengubah prilaku? Iya!
Tahun 70-an. Booming minyak tanah mempengaruhi prilaku di dapur. Diciptakan ragam kompor bersumbu. Bahan bakarnya? Minyak tanah, kan?
Maka dilempar isu ilegal logging dan reboisasi. Indonesia adalah paru-paru dunia. Hutan tak boleh dijamah atau dirambah. Pencari kayu bakar banyak yang ditangkap, agar jera.
Isu itu efektif! Mayoritas penduduk di area perkotaan mulai beralih ke minyak tanah. Kompor minyak menjadi hal wajib menghiasi dapur. Â Dan tentu saja diikuti hingga pelosok negeri.
Suatu saat, harga minyak mentah melejit di pasaran dunia, negara mesti menggenjot pemasukan. Di Dalam negeri terjadi fenomena antrian orang- orang mencari minyak tanah yang tetiba sepi di pasaran.
Ragam alasan begini dan begitu dilakukan. Artinya, kembali butuh terobosan baru, kan?
Awal 2000-an. Kebijakan diambil, kompor dan tabung gas dibagikan gratis khusus orang tak mampu. Saat itu, Tetiba, banyak orang yang merasa tak mampu. Rakyat kembali mengubah prilaku di dapur. Mengganti minyak tanah dengan gas!
Kompor bersumbu ditinggalkan. Beralih dengan kompor gas beraneka bentuk. Saat harga BBM dan Gas naik. Tak ada pilihan, kan? Hidup terus berjalan, tah?
Dulu, setiap pengumuman kenaikan harga BBM dan gas, Â akan ada demo. Akhirnya, diumumkan diam-diam, terkadang, dini hari. Nah, yang demo juga capek atau kekenyangan, tah?
Harus ada alternatif, kan? Jangan remehkan kecerdasan orang Indonesia dalam memutuskan perubahan prilaku. Maka ragam alat elektronik tercipta. Kompor gas segera menjadi hal yang kuno. Perlahan rakyat mengubah peralatan dengan alat elektronik. Termasuk di dapur.
Belajar dari pengalaman. Perubahan prilaku nyaris selalu melahirkan ketergantungan. Begitu juga, ketika peralatan rumah tangga beralih serba listrik. Ketika tarif dasar listrik naik, tak lagi menjadi isu menarik untuk melakukan demo. Tapi, kalau mati lampu baru heboh!
Kukira, sejarah memiliki siklus sendiri. Termasuk revolusi senyap yang terjadi di dapur. Mulai dari keberadaan tungku, anglo, kompor bersumbu, kompor gas dan sekarang alat  elektronik.
Maka, suatu saat akan kembali perubahan prilaku. Termasuk di dapur. Hari ini, semua berlomba mencari energi alternatif.
Bisa saja nanti di setiap rumah. Akan ada Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Sambil bercanda, aku memiliki ide tabung kentut itu. Siapa tahu, nanti akan ada Pembangkit Listrik Tenaga Kentut.
Aneh? Iya, tak apa-apa! Dibandingkan, Pembangkit Listrik Tenaga Manusia?
Curup, 26.01.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H