Ketiga hal itu, bisa menjadi pilihan arif setiap orang. Tak peduli apakah publik figur atau orang-orang yang tergusur. Jika ketiga hal itu, tak bisa dilakukan. Dukungan dengan berdoa agar bencana segera reda, semua yang terdampak bisa kembali beraktifitas seperti semula. Kukira, pilihan yang bijaksana.
Akhirnya...
"Orang lapar, tak butuh ditunjukkan cara memasak yang baik atau resep jitu cara menikmati makanan! Beri yang dibutuhkan. Sesederhana itu."
Aku masih percaya, setiap orang memiliki reaksi itu, karena berharap semua berjalan baik dan menginginkan yang terbaik. Namun monggo tak terburu-buru meletuskan pemikiran masing-masing.Â
Butuh ketepatan hitungan dan jeda waktu, agar pemikiran itu tak segera berlalu. Bagiku, aib bagi penembak jitu salah sasaran.
Mungkin nanti, ketika bencana sudah berlalu. Kehidupan perlahan pulih normal, para penyintas mampu kembali menjalankan rutinitas seperti biasa. Temui dan ajak diskusi para penguasa atau pemangku kebijakan.
Silakan membahas dan melakukan koreksi, hal apa dari kebijakan itu yang dianggap keliru atau mesti dibenahi. Mulai dari Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati hingga pejabat di kelurahan sampai RT. Monggo!
Pilihanku? Jika jemari anakku terluka, karena memainkan pisau. Aku lebih memilih mengobati lukanya terlebih dahulu. Baru kemudian menjelaskan sebab dan akibat jika bermain pisau tak hati-hati.Â
Sambil mengkoreksi diri, bisa saja salahku, kenapa meletakkan pisau sembarangan, hingga terjangkau oleh anakku.
Begitulah! Tulisan ini hanya refleksiku. Mohon maaf jika tak berkenan. Semoga kita semua bisa melatih diri, menjadi Masyarakat Tangguh Bencana.