Gegara itu, aku tulis saja ragam sikap orang terhadap perayaan tahun baru, ya? Memang versiku, siapa tahu, juga dialami oleh orang lain, kan?
Ada ribuan tanggapan yang berseliweran di media sosial tentang momentum menyambut tahun baru. Padahal bermuara pada satu fakta. Karena cuma sekali dalam satu tahun, kan? Kalau tiap hari, namanya hari baru, tah? Hihi...
Coba aja lihat dan baca. Kalau saja media sosial itu dianggap tongkat nabi Musa. Dalam rumus kelirumologiku, maka netizen yang maha benar itu akan terbelah menjadi lima aliran.Â
Pertama, Penganut yang Penting Kumpul dan Hepi!
Penganut aliran ini, umumnya didominasi remaja atau anak muda yang masih tahap berjuang meraih ijazah. Tak akan berfikir alasan yang rumit dan sulit, pun tak perlu menyusun rencana yang jlimet. Sing penting hepi!
Ajaibnya, bagi mereka tak penting tempat yang strategis sebagai titik kumpul. Nongkrong di pinggir jalan juga hayuk! Tak peduli persiapan remeh dan receh tentang logistik untuk merayakannya. Intinya, bisa berkumpul, ngobrol ngalor ngidul, tak lupa berswafoto dan posting di media sosial masing-masing. Hingga sepakat bubar, terus pulang! Biasanya bangun juga kesiangan. Haha...  Â
Kedua, Kalau Ngumpul, Harus Tertata, Teratur, Rapi dan Apik!
Jamaah aliran ini, biasanya digawangi oleh orang yang nyaris dewasa hingga tua. Semua kudu dipersiapkan dengan terukur. Lokasi dipilih yang bisa membuat nyaman semua orang, mulai dari disain ruangan hingga tempat parkir kendaraan.
Acaranya mesti tersusun time to time! Mirip-mirip agenda protokoler pejabat. Termasuk pengisi acara, siapa saja yang ikut dan diundang, sumber dana dari mana, hingga sajian menu yang dihidangkan mesti sesuai dengan cita rasa semua peserta.
Menjelang pergantian malam, sama-sama berhitung mundur, 5, 4, 3, 2, 1. Kemudian meniup terompet, menyalakan petasan, benyanyi bersama, bertukar salam dan berdoa bersama. Akhirnya, ditutup dengan foto bersama.