Dalam beberapa hari ini, aku terkesima dengan lalulalang kata resolusi di linimasa. Umumnya, Â anak muda. Mulai dari resolusi kaum alay, golongan lebay, kelompok fanatik serius hingga komunitas santuy jamaah rebahan.
Dulu-dulu, saat masih sering menyimak berita di televisi. Kata resolusi kerap kudengar ketika PBB memberi peringatan atau mirip-mirip ancaman dan tuntutan pada suatu negara. Apatah karena konflik politis, keamanan atau permasalahan sosial. Terus, jika tak diindahkan bakal berujung sanksi!
Aku malah jadi kagum, jika setiap orang membuat resolusi sebagai peringatan buat diri sendiri dengan ragam tuntutan. Terus, jika gagal memberi sanksi untuk diri sendiri. Ahaaaay...
Ternyata aku salah! Saat kugunakan ilmu kelirumologi dan menyigi aneka ragam status di media sosial. Kata resolusi yang ramai melintas di linimasa itu, dimaknai sebagai keinginan  atau harapan! Tuh, kan?
![Illustrated by pixabay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/28/impossible-4505790-640-5e06d877d541df69dc350f32.jpg?t=o&v=770)
Jika ditanyakan keinginan, maka semua orang memiliki daftar keinginan, kan? Jejangan kalau disusun, bisa sepanjang aliran sungai Musi yang membelah pulau Sumatera bagian selatan. Jika sepanjang deretan dari Sabang sampai Merauke dianggap berlebihan.
Sependek pengamatanku, Mayoritas keinginan yang dianggap layak masuk menjadi bagian dari resolusi diri adalah khusus keinginan yang paling "wah" atau berdasarkan "prioritas". Namun, tetap saja ada, yang menyusun keinginan yang masih dalam angan-angan. Jadi, rada mirip mimpi.
Alasannya? Dengan memiliki semangat "Target harus tinggi, capaian tergantung situasi" maka, digunakan rumus berbentuk pertanyaan, "siapa tahu bisa tercapai?"
Atau mungkin juga kapok dengan idiom lama "Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit". Berdasarkan pengalaman banyak orang karena ketinggian cita-cita sehingga sering meleset dan kabur. Maka melakukan ujicoba misi down to earth, dengan merevisi idiom versi sendiri, "Titipkan cita-citamu setinggi kusen pintu!" Biar gampang tercapai. Nah! Realistis, kan?
Jadi, lupakanlah memasukkan ke daftar resolusi diri, semisal ingin mencicipi cendol dawet rasa durian, masak ayam geprek rasa nanas atau ragam keinginan sejenis. Tapi, membuat resolusi tetap saja dianggap perlu! Agar perjalanan tahun depan terarah dan tidak datar-datar aja.
![Illustrated by pixabay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/28/meeting-2890414-640-5e06d890d541df62d4360c94.jpg?t=o&v=770)
Karena bukan pengamat khusus media sosial. Â Secara acak, aku pilih 5 macam resolusi yang acap kujumpai di linimasa, yang paling hot dan paling seru versiku. Jadi, aku tulis aja, ya?
Pertama. Menikah. Pada banyak generasi muda, acapkali menulis kata menikah di dalam resolusi. Apalagi yang sudah memiliki pasangan. Itu adalah harapan dan mimpi indah, kan? Â
Namun, ada juga yang nulis rada aneh atau iseng bin ngeyel, jika hal itu ditulis oleh gerombolan jomlo! Jejangan, mereka memang penganut aliran "Jodoh ditangan Resolusi!" tuh, ngenes, kan?
Kedua. Menabung. Bagi anak muda, resolusi ini, bisa saja berkaitan langsung dengan resolusi pertama. Artinya, kalau ingin menikah mesti menabung. Logis, kan? Begitu juga bagi pasangan muda yang baru menikah. Resolusi serta motivasi menabung, mungkin untuk membangun rumah, membeli kendaraan atau kebutuhan lain yang menyokong kehidupan berkeluarga.
Coba aja, Jika resolusi menabung ini ditulis oleh seserorang yang terkurung pada habitat pengangguran. Perih, kan?
Ketiga. Mendapat Pekerjaan. Nah! Ini biasanya ditulis oleh komunitas santuy dan jamaah rebahan. Menulis resolusi ini, bisa dari berbagai macam motivasi. Apatah untuk pemenuhan kebutuhan diri pribadi, keluarga terdekat, menyenangkan orangtua atau sudah diancam anak calon mertua. Hiks...
Susahnya, bila kemudian berhadapan dengan keterbatasan peluang kerja. Apalagi jika  keterampilan yang dimiliki ada label "secukupnya". Harus kudu betah berjuang, dan inilah tantangan, bro! Iya. Tapi bagaimana kalau kuliah belum selesai?
Keempat. Menyelesaikan Skripsi. Bagi anak muda bermerek "limited edition" dan pada semester akhir berujung ancaman DO (Drop Out). Penyelesaian skripsi adalah pertempuran! Bukan hanya perjuangan pilu atas nama skripsi, tapi juga menjaga keutuhan harga diri. Demi nusa dan bangsa.Â
Kendalanya? Aih, kalau urusan skripsi, tak hanya urusan pribadi, kan? Ada "segitiga ajaib" di dalamnya. Mahasiswa, bahan skripsi dan dosen pembimbing! Tak aneh, jika menyelesaikan skripsi selalu masuk agenda resolusi setiap tahun.
Kelima. Menjadi Pribadi Lebih Baik. Resolusi ini, cenderung normatif. Tak ada ukuran yang pastinya. Bisa saja semisal, berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok, berhenti main game online, tak lagi begadang hingga subuh atau membatasi diri keluar rumah.
Atau Ada juga keputusan mengubah penampilan. Bagi cowok, rambutnya tak gondrong lagi. Bagi cewek, mengenakan pakaian tertutup atau bahkan hijrah. Tak ada larangan, kan?
![Illustrated by pixabay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/28/rear-mirror-2480506-640-5e06d9da097f365fd773e2f4.jpg?t=o&v=770)
Karena resolusi dipahami sebagai keinginan di tahun depan. Idealnya, saat menyusun itu mesti melakukan tahapan refleksi atau evaluasi dulu dari resolusi tahun sebelumnya, tah?
Anggaplah seperti rapat evaluasi pada suatu organisasi atau panitia kegiatan. Bahkan kukira akan menjadi efektif, saat menyusun rencana tahun depan, jika berpijak dari hasil evaluasi tahun sebelumnya.
Apakah resolusi tahun kemarin berhasil? Atau malah gagal? Jika gagal, apa kendalanya? Di mana salahnya? Terus, apa yang harus dilakukan agar tak lagi alami kegagalan?
Pertanyaan-pertanyaan itu, idealnya juga hadir saat serius menyusun resolusi diri. Kan sekalian memanajemen diri sendiri?
Baru kemudian, hasil dari refleksi atau evaluasi itu. Diracang aneka resolusi. Bisa jadi, pada resolusi tahun depan, adalah tindak lanjut dari resolusi tahun sebelumnya yang tertunda atau  mengalami kegagalan, kan?
Kukira, jika mengadendakan resolusi setelah melalui tahapan evaluasi dan refleksi diri. Maka peluang mewujudkan resolusi itu semakin besar. Â
Jadi? Hayuk lakukan refleksi dulu, sebelum menyusun resolusi. Sepakat?
Curup, 28.12.2019
[Ditulis untuk Kompasiana]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI