Besok, tanggal 25 Nopember adalah Hari Guru Nasional.
Aku dan sesiapapun. Baik yang pernah sekolah ataupun tidak pernah sekolah sekalipun. Akan mengerti makna, tugas dan fungsi seorang guru.
Akupun tak tahu, sampai kapan menunggu. Agar dihapus saja ungkapan "Guru adalah Patriot Tanpa Tanda Jasa", seperti dalam lirik lagu "Hymne Guru" tersebut.
Layaknya para pencinta, saat berujar tentang rasanya terhadap cinta. Atau para ilmuan saat mengeluarkan sebuah teori atau suatu definisi. Semuanya, berpijak dari batasan situasi dan kondisi yang dialami.
Kukira hal yang sama, saat  pak Sartono di tahun 1980-an. Menciptakan lagu Hymne Guru tersebut. Saat menyaksikan kehebatan guru-guru yang bertahan dari segala keterbatasan.
Kisahku dengan Guru-guruku.
Aku pernah memiliki guru yang menjalani 3 profesi sekaligus. Pagi di sekolah, siang bekerja di kebun, dan sore atau malam mengajar ngaji.
Akupun berkali, mengajak kawan sekelas. Janjian pada lebaran ketiga atau keempat. Kemudian, berjalan kaki berkeliling berkunjung ke rumah semua guru.
Akupun dulu, banyak menyaksikan airmata guru. Saat siswanya mesti dihukum karena tak hafal perkalian. Menangis, saat berkunjung ke rumah siswa karena ingin berhenti sekolah sebab tak punya biaya. Memeluk semua siswa saat acara perpisahan. Atau membalas uluran tangan dengan airmata, gegara lupa nama siswa kerena sudah mulai tua.
Sebagai siswa, aku pernah merasa kecewa, marah dan sakit hati. Akupun pernah melakukan kenakalan-kenakalan untuk membalas itu semua. Dan juga merasakan akibat dari perbuatanku. Namun tak pernah melibatkan orangtua.
Bagi orangtuaku. Guru adalah sumber kebenaran dan pengetahuan. Sekolah adalah tempat belajar dan diajar. Jika dihajar, maka kesalahan itu ada padaku. Jika mengadu, aku akan alami dua kali hajaran!
Akupun tahu. Guru juga manusia yang memiliki impian, keinginan dan harapan, juga kebutuhan. Namun, guru bukan manusia biasa! Banyak alasan untuk menyebut guru adalah sosok istimewa dan profesi yang mulia.
Hingga apapun tanda jasa yang disematkan, takkan cukup menjelaskan keistimewaan itu. Bukan pula yang tuntas menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai guru. Yang diukur dengan masa pengabdian dan angka nominal yang tak kunjung berujung.
Mungkin tak dramatis seperti pertanyaan Kaisar Jepang tentang berapa orang guru yang tersisa, saat Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika
Bagiku, guru yang istimewa adalah sosok paripurna memenangkan hati siswa. Hingga guru dan siswa menutup mata.
Kukutip foto Menteri Pendidikan yang baru. Kukira, itu adalah "ajakan". Walau menyimpan nada "perintah"!
Aih, aku tak berani perintah guru! Bakal disumpahi ibuku.
Selamat Hari Guru!
Tahniah buat semua sosok Istimewa di hati para siswa.
Curup, 24.11.2019
zaldychan
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H