Bertahun lalui waktu bersamamu. Bagiku, airmatamu seperti rumah kosong yang belum selesai. Tak berjendela, tak berpintu, tak memiliki lantai dasar tempat berpijak. Pun tanpa aturan waktu. Tanpa aba-aba dan tak terduga, airmatamu akan hadir sesuka rasa, hati dan pikiranmu.
Airmata itu, bisa terjadi sebab aku terlupa menghabiskan segelas kopi yang kau sajikan di waktu pagi. atau saat kau berkisah tentang pakaian yang dijemur kembali basah terhempas air hujan. Atau karena tak sengaja mendengar ucapan tetangga, yang membuat telingamu tak nyaman.
Terkadang, Ketika anak lelakimu kesulitan bernafas karena flu, hingga mengganggu nyenyak tidurnya juga lelapmu. Atau menyaksikan gadis kecilmu demam tinggi akibat radang tenggorokan dengan batuk yang menimbulkan nyeri saat musim kemarau bertamu. Airmata, adalah obat resah dan risaumu.
"Sebentar lagi, Kita akan dipanggil kakek dan nenek, Mas!"
Kuusap pelan kepalamu. Hanya menyajikan segari senyuman untukmu. Tak mungkin kuhadirkan tawa padamu. Kau akan menyiapkan serbuan butir airmatamu. Aku tahu, anganmu sudah melampaui waktu, mengembara bersama mimpi-mimpimu.
Saat itu, dan malam itu. Anak-anakmu terlelap dalam tidur, dan masih duduk di sekolah dasar.
***
"Ayaaah!"
Bergantian, pelukan anak-anakmu merengkuh tubuhku. Untuk kemudian menghilang dari ruang tamu. Â
Aku memandangmu. Rasaku sibuk berbicang tentang masa lalu. Sudah-bertahun kulewati itu. Kecantikanmu tak pernah usang oleh waktu. Aku tahu, berkali airmataku menggantikan hadirmu. Satu hari, sebelum hari ini.
Akh! Aku merindukan suara anak-anakku memanggilmu.