"Boleh!"
Endi masuk ke studio. Aku sendiri. Tak kunikmati siaranku tadi. Kutengadahkan kepala ke langit. Memaknai cahaya bintang. Tak juga hilang. Ingatanku masih bersisa pada tangismu siang tadi. Juga pesan Amak.
Aku mengerti. Masalahmu bukan tentang keberanian. Tapi nyaliku. Harus ambil keputusan. Benakku lakukan daur lalu waktu. Mengingat kembali awal bersama. Mengenang ulang momen berdua.
Sebagai laki-laki. Keputusan bukan harga diri, tapi harga mati. Kusigi berbagai kemungkinan. Ruang dan peluang. Agar keputusan bukan kesimpulan bunuh diri. Bagiku, menikahimu adalah pilihan. Bukan takdir. Jalani sisa usia bersamamu, adalah titian takdirku.
"Hei! Melamun?"
"Hah?"
"Ngopi, Bang!"
"Cuma satu?"
"Gula banyak, tapi kopi habis!"
"Oh!"
Aku tak tahu. Sejak kapan Endi duduk disebelahku. Kuraih gelas berkopi. Kureguk sedikit. Kembali nikmati asap rokokku.