Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Meeting You Was Fate" [2]

1 Oktober 2019   12:32 Diperbarui: 1 Oktober 2019   12:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Tak bicara. Sepiring nasi kuajukan padamu. Dalam diam, terpaksa kau habiskan. Selesai makan. Aku segera berdiri. Sambil berlalu, kuacak kepalamu saat menuju ruang tamu. Kunikmati puntung rokok, dan mereguk sisa kopi.

Kau muncul dari ruang makan. Duduk di sebelahku. Sambil tersenyum, tanpa alasan. Cubitmu kembali hadir.

"Lah? Kenapa ada cubitan?"

"Gegara Mamas!"

"Kenapa?"
Tak berjawab. Kau raih dan reguk habis kopi di gelasku. Segera berdiri. Berjalan ke belakang. Tak lama. Segelas kopi baru. Dengan kepulan asap tipis. Sudah hadir di atas meja.

"Panas! Airnya Baru Nik masak, Mas!"

"Wah! Makasih, ya?"

"Tadi Mas ngajar di mana?"

"Kampung Delima!"

"Hari ini, bukannya di Tempel Rejo?"

"Besok! Ada tiga kelas!"

Terkadang kau bingung dengan alur kerjaku. Usai kuliah, aku terjun ke dunia pendidikan. Jauh dari kompetensi keilmuanku. Awalnya, agar otak tak buntu menunggu. Lambat laun. Terjebak lebih dalam. Ditambah dengan berbagai kegiatan di luar sekolah.

Apapun kulakukan. Kau tahu itu dan mengerti. Tak mudah meraih mimpi. Wujudkan inginmu, juga inginku. Kau diam menatapku.

Kupandang jari manismu. Saat hari jadimu, kuserahkan. Hanya Amak, kau dan aku yang tahu itu. Kau ikuti mataku. Sambil tersenyum. Kau ajukan tanganmu padaku.

"Kebesaran, Mas!"

"Haha..."

"Kenapa waktu beli, gak ajak Nunik!"

"Amak yang beli!"

"Kan bisa nanya?"

"Sejak kapan ujian. diberikan kunci jawaban?"

"Hah?"

Dahimu berkerut. Aku tertawa. Kau tidak. Berusaha mencerna ucapanku. Kukira, tak kau temukan. Kuraih tanganmu. Kutunjuk cincin di jemarimu.

"Kalau ditanya ke Nunik, bukan kejutan, kan?"

Kau menatapku. Matamu menyigi mataku. Aku tersenyum. Mengingat hari itu. Kau kutemui usai ashar, di hari lahirmu. Berpakaian seadanya. Aku harus pergi lagi. Kegiatanku padat. Persiapan acara lomba di Al Jihad.

Saat itu, aku tahu. Dalam diam, kau menyimpan amarah. Kau suguhkan segelas kopi. Tak banyak bicara, terburu kuhabiskan kopi. Kuserahkan cincin itu padamu. Kutitip pesan. Agar dipakai dan tak dilepas. Aku segera pergi.

"Pernah dilepas, Nik?"

"Gak!"

"Syukurlah!"

"Kan Mas bilang, kalau dilepas..."

Ucapanmu terhenti. Kuusap pelan kepalamu. Kuanggukkan kepala mengerti. Kau tundukkan kepala. Wajahmu bersemu merah.

"Mamak udah tahu, Mas!"

"Hah?"

"Mas serahkan, pas Nunik ultah, kan? Mas ingat?"

"Iya!"

"Besoknya. Mamak datang dari Muara Aman.! Terus.."

"Mamak nanya?"

"Iya! Nik jawab dari Mamas!"

"Eh?"

"Nik ceritakan semua ke Mamak!"

zaldychan

get married | those three words | just the way I am | meeting you was fate

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun