Tak bicara. Sepiring nasi kuajukan padamu. Dalam diam, terpaksa kau habiskan. Selesai makan. Aku segera berdiri. Sambil berlalu, kuacak kepalamu saat menuju ruang tamu. Kunikmati puntung rokok, dan mereguk sisa kopi.
Kau muncul dari ruang makan. Duduk di sebelahku. Sambil tersenyum, tanpa alasan. Cubitmu kembali hadir.
"Lah? Kenapa ada cubitan?"
"Gegara Mamas!"
"Kenapa?"
Tak berjawab. Kau raih dan reguk habis kopi di gelasku. Segera berdiri. Berjalan ke belakang. Tak lama. Segelas kopi baru. Dengan kepulan asap tipis. Sudah hadir di atas meja.
"Panas! Airnya Baru Nik masak, Mas!"
"Wah! Makasih, ya?"
"Tadi Mas ngajar di mana?"
"Kampung Delima!"
"Hari ini, bukannya di Tempel Rejo?"
"Besok! Ada tiga kelas!"
Terkadang kau bingung dengan alur kerjaku. Usai kuliah, aku terjun ke dunia pendidikan. Jauh dari kompetensi keilmuanku. Awalnya, agar otak tak buntu menunggu. Lambat laun. Terjebak lebih dalam. Ditambah dengan berbagai kegiatan di luar sekolah.
Apapun kulakukan. Kau tahu itu dan mengerti. Tak mudah meraih mimpi. Wujudkan inginmu, juga inginku. Kau diam menatapku.
Kupandang jari manismu. Saat hari jadimu, kuserahkan. Hanya Amak, kau dan aku yang tahu itu. Kau ikuti mataku. Sambil tersenyum. Kau ajukan tanganmu padaku.
"Kebesaran, Mas!"
"Haha..."
"Kenapa waktu beli, gak ajak Nunik!"
"Amak yang beli!"
"Kan bisa nanya?"
"Sejak kapan ujian. diberikan kunci jawaban?"
"Hah?"
Dahimu berkerut. Aku tertawa. Kau tidak. Berusaha mencerna ucapanku. Kukira, tak kau temukan. Kuraih tanganmu. Kutunjuk cincin di jemarimu.
"Kalau ditanya ke Nunik, bukan kejutan, kan?"
Kau menatapku. Matamu menyigi mataku. Aku tersenyum. Mengingat hari itu. Kau kutemui usai ashar, di hari lahirmu. Berpakaian seadanya. Aku harus pergi lagi. Kegiatanku padat. Persiapan acara lomba di Al Jihad.
Saat itu, aku tahu. Dalam diam, kau menyimpan amarah. Kau suguhkan segelas kopi. Tak banyak bicara, terburu kuhabiskan kopi. Kuserahkan cincin itu padamu. Kutitip pesan. Agar dipakai dan tak dilepas. Aku segera pergi.
"Pernah dilepas, Nik?"
"Gak!"
"Syukurlah!"
"Kan Mas bilang, kalau dilepas..."
Ucapanmu terhenti. Kuusap pelan kepalamu. Kuanggukkan kepala mengerti. Kau tundukkan kepala. Wajahmu bersemu merah.
"Mamak udah tahu, Mas!"
"Hah?"
"Mas serahkan, pas Nunik ultah, kan? Mas ingat?"
"Iya!"
"Besoknya. Mamak datang dari Muara Aman.! Terus.."
"Mamak nanya?"
"Iya! Nik jawab dari Mamas!"
"Eh?"
"Nik ceritakan semua ke Mamak!"
get married | those three words | just the way I am | meeting you was fate
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H