"Ketidakpastian memang mengganggu. Tapi tak ada jawaban tunggal terhadap kehidupan yang gamang ini" Voltaire-Filsuf Prancis
Kukira tak ada yang suka dan betah hidup dalam ketidakpastian, ya?. Dan, sangat mengganggu apabila keputusan-keputusan yang mesti diambil, bukan kita yang pegang kendali, tah? Kali ini, kucoba tulis sketsa ketidakpastian yang kudu dialami setiap orang, ya? Â
Kapan wisuda? Aih, dua kata dalam kalimat tanya itu, adalah peluru nyasar yang tepat sasaran jika ditanyakan pada mahasiswa semester akhir. Kan? Kan? Haha...
Maka, terbayanglah tumpukan buku referensi penuh debu yang berserakan di kamar. Wajah-wajah beku dan kaku dari dosen pembimbing. Apatah lagi jika orangtua bercerita tentang anak temannya yang baru saja wisuda. Kukira ceritanya tak mengganggu, tapi nada suara, wajah dan tatapan mata orangtua saat bercerita bakal menjadi tekanan juga jadi kepikiran, kan?
Belum lagi menghadapi wajah kekasih, dengan hubungan yang telah dijalin dalam hitungan tahun. Terkadang, tak sengaja ikut terselip wajah calon mertua setiap kali bertamu di malam minggu,ketika senyuman pun diterjemahkan dengan kalimat, "mau pacaran sampai tua?"Â Hiks...
Kerja di mana? Nah! Ini lontaran berikutnya yang membuat gamang. Menjadi mirip-mirip bom atom atau mortir bisa juga bak serangan dari senjata AK 47, jika yang ditanya orang yang udah lama selesai kuliah tapi belum dapat pekerjaan tetap.
Kapan menikah? Pertanyaan ini akan dirasakan seperti racikan senjata biologi atau tertembak peluru dari sniper tanpa bayangan. Perlahan membunuh nyali para jomlo yang baru mendapatkan pekerjaan atau setiap pasangan yang belum memiliki kepastian ke pelaminan. Ahaaay...
Tak berhenti di situ! Sesudah menikah, telah antri deretan pertanyaan berikutnya. Kok belum hamil? Eh, sudah punya anak, ya? Kenapa baru satu? Wah, dua anakmu laki-laki-laki. Tambah lagi, siapa tahu yang ketiga perempuan? Anakmu sekolah atau kuliah? Anakmu yang kemarin wisuda, kerja dimana? Cucumu berapa? Dan, pertanyaan itu terus melingkar dan berputar, ya? Hiks lagi...
Begitulah! Kita terus saja tanpa sadar menjadi penjaga mesin waktu. Hanya pindah posisi saja. Jika dulu mencari jawaban untuk pertahanan diri, berikutnya memberikan penjelasan untuk mempertahankan kenyamanan bagi anak-anak kita sendiri.Â
Terlambat menyadari, ternyata dulu pun orangtua kita mengalami hal yang sama. Hadeeeeh...