Namun pada saat itu, pemikiran pemimpin konstitusionalis intinya adalah; harus dipersiapan kader-kader terpelajar yang memiliki cukup pengetahuan. Untuk mengisi kekosongan dan mengambil alih posisi-posisi dalam administrasi yang ditinggalkan birokrat penjajah.
Orientasi terpokok adalah, Negara yang merdeka, pemerintah yang mengatur Negara, birokrasi yang melaksanakan pemerintahan serta rakyat yang diperintah. Dan, semua alur itu berpijak pada pedoman yang sama. Yaitu hukum yang diwujudkan dalam konstitusi.
Apa Kabar Pemimpin Indonesia Saat Ini?
Menilik proses persalinan Negara. Masih adakah pemimpin tradisionalis dan konstitusionalis saat ini? Atau malah campuran keduanya? Hingga terjadi pengaburan makna kepemimpinan?
Sejalan dengan beberapa artikel terakhir Mbak Leya Cathleya, Kompasianer dengan tulisan bernas, bergizi, berisi dan terkadang berisik! (Maafkanlah, Mbak!), adalah suatu keanehan ditengah maraknya pertumbuhan Organisasi Masyarakat Sipil, tak sempat melahirkan figur pemimpin sipil yang disegani kawan dan lawan.
Arus perlawanan terhadap aneka rancangan undang-undang yang terkesan dipaksakan. Menjadi alasan. Apatah pemimpin sipil tak lagi memikirkan hak-hak sipil? Atau jejangan, mereka tak lagi sempat mengingat kenapa mereka dianggap pemimpin?
Atau mereka tak sempat tahu, semisal perjalanan KUHP itu luar biasa panjang. Dari Roma, Prancis, Belanda, Hindia Belanda hingga berwujud KUHP? Termasuk rumitnya menyigi ragam kepentingan di ranah publik, sehingga kekosongan dari sebuah KUHP sejak diberlakukan, hanya sanggup diisi dengan UU pelengkap. Mosok, bisa langsung di eksekusi pada masa injury time? Belum lagi tentang UU KPK atau RUU PAS?
Dalih berlindung menjalankan fungsi konstitusional dengan menafikan hak-hak konstituen adalah kekeliruan yang banal! Yang perlahan menghancurkan tiang-tiang demokrasi.
Jika tak belajar dari The Founder yang mampu menemukan jalan kompromi menyatukan 2 tipologi kutub kepemimpinan saat berdiriny Negara Indonesia. Maka, Pemimpin sipil akan menjadi kenang-kenangan belaka.
Mari simak cuplikan pidato Presiden Sukarno di depan Massa demontrans tanggal 17 Oktober 1952, dibawah ini.